Friday, November 17, 2006

Problematika Pernikahan Sirri dalam Tinjauan Keperempuanan

Industrialisasi masuk ke daerah terpencil mengundang ekses bagi perempuan. Pekerja yang datang dan tinggal lama di daerah industrialisasi butuh menyalurkan seksnya. Siapa yang harus memenuhi kebutuhan tersebut, sedangkan istri mereka ada di tempat jauh? Problematika nikah sirri (bawah tangan) di lingkungan pabrikan, perusahaan besar menjadi fenomena menarik. Alih-alih pendatang menikah karena kebutuhan, justru yang terjadi pendatang menikah secara diam-diam dan tidak tercatat. Pernikahan sirri membawa korban kekerasan bagi perempuan. Industrialisasi berdampak negatif bagi perempuan. Disatu sisi, peran perempuan sangat dibatasi oleh budaya lingkungan dan di sisi lain perempuan dieksploitasi sebagai komoditi seks. Lalu, bagaimana mengatasinya?


Pedofilia: Jaringan Kejahatan International

Kasus pedofilia yang diungkap oleh polwiltabes Surabaya melibatkan jaringan Koko Roy (58 th) menandaskan bahwa kasus eksploitasi seks anak baru gede bukan saja didasari oleh kelainan seksual semata tetapi juga bermotif ekonomi. (Jawa pos, 7/11/06). Koko roy telah menggauli 8 ABG dengan dihargai Rp 1 juta menurut pengakuannya. Selama ini, modus operandi yang dilakukan melibatkan banyak orang, mulai dari mucikari, perekam dan pelanggan serta pengedar film porno. Sekelumit fakta ini adalah sedikit dari sindikat pedofilia yang terditeksi. Masih banyak gerakan kejahatan yang belum ditangkap dan mengancam kehidupan para ABG dari berbagai daerah. Lantas apa yang harus dilakukan?


Menggagas Dialog Elegan antara Indonesia dan Amerika Serikat

Amerika Serikat masih menaruh kecurigaan terhadap situasi keamanan wilayah Indonesia. Hal ini terbukti akan diberlakukan pengamanan ketat dari Amerika selama 6 jam di Indoensia tgl 20 Nopember 2006 di Istana Bogor. Ketidakpercayaan pemerintah AS ke aparat keamanan Indonesia, bisa di baca dari pengerahan pasukan AS secara berlebihan. Standar pengamanan pemerintah AS mengawal dan menjaga khusus presiden mereka bisa dipahami untuk mengantisipasi hal yang tidak mereka inginkan. Pemerintahan AS takut kecolongan dari gangguan teroris. Bagaimana meyakinkan negara adi kuasa tersebut bahwa Indoensia bukan sarang teroris yang seperti mereka kira?


Friday, November 03, 2006

Rasa Keberhasilan Mengatasi Krisis

Indonesia tengah mengalami krisis persoalan ekonomi, moral dan politik. Secara ekonomi, kemiskinan di Indonesia makin meningkat tajam. Angka pengangguran makin tinggi mencapai 40 juta jiwa usia kerja. Sementara, angkatan kerja yang tersedia kurang mampu mencari dan mengolah informasi yang dibutuhkan dalam memeroleh pekerjaan. Kompleksnya persoalan pengangguran menambah beban negara menjadi pemicu kerusakan tatanan sosial, maraknya tindak kekerasan di jalanan, pemerasan dan pencurian. Hal tersebut disebabkan oleh, satu sisi sebagian orang usia produktif harus memenuhi kebutuhan hidup yang tinggi, disisi lain mereka tidak mampu bekerja memenuhi kebutuhan secara halal dan baik. Akibatnya, banyak jalan pintas yang dilakukan dengan cara-cara jalanan, seperti pembalakan, persekongkolan dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagaimana cara keluar dari krisis yang melanda Indonesia? Bagaimana rasa keberhasilan bangsa kita keluar dari hempasan krisis?


Wednesday, November 01, 2006

Belajar Demokrasi di hari Lebaran

Suasana lebaran di Indonesia berjalan damai. Perbedaan penetapan hari raya idul fitri, disatu pihak merayakan idul fitri hari senin 22/10/2006, dan pihak lain merayakannya pada hari selasa, 23/10/2006. Penetapan lebaran oleh pemerintah disatu pihak berbeda dengan hasil rukyah setempat. Mayoritas masyarakat NU Jawa Timur mengabaikan keputusan pemerintah. Kedewasaan masyarakat untuk memilih berlebaran sesuai dengan pilihan mereka dengan penuh rasa aman merupakan indikasi meningkatnya kebebasan menjalankan agama sesuai dengan pilihan masyarakat. Betulkah demikian?


***

Belajar Demokrasi di hari Lebaran

Oleh: Najlah Naqiyah


Suasana lebaran di Indonesia berjalan damai. Perbedaan penetapan hari raya idul fitri, disatu pihak merayakan idul fitri hari senin 22/10/2006 dan pihak lain merayakannya pada hari selasa, 23/10/2006. Penetapan lebaran oleh pemerintah disatu pihak berbeda dengan hasil rukyah setempat. Mayoritas masyarakat NU Jawa Timur mengabaikan keputusan pemerintah. Kedewasaan masyarakat untuk memilih berlebaran sesuai dengan pilihan mereka dengan penuh rasa aman merupakan indikasi meningkatnya kebebasan menjalankan agama sesuai dengan pilihan masyarakat.

Perbedaan ini tidak membuat masyarakat bertengkar. Gema takbir di setiap masjid terasa indah, mengagungkan kebesaran Allah SWT. Rasa toleransi yang ditunjukkan oleh masyarakat adalah pembelajaran demokrasi yang patut diapresiasi. Indonesia yang garang, dengan berbagai ragam pertengkaran antar etnik, pertikaian antar suku dan segregasi antara kaya dan miskin yang makin melebar serta bencana alam telah mencabik-cabik anak bangsa selama ini, tidak terlihat pada saat lebaran. Kerukunan nampak di masyarakat saat lebaran merupakan langkah maju bagi budaya bangsa Indonesia. Suasana guyub, gembira dan ceria juga ditunjukkan pada acara silaturrahmi dari rumah ke rumah guna memperoleh maaf. Tidak ada masyarakat yang tidak tersenyum saat menyapa saudaranya.

Masyarakat seakan tidak hirau dengan perbedaan yang terjadi. Toleransi masyarakat jauh lebih nampak dewasa di desa yang tidak berpendidikan tinggi. Hal ini, jauh dengan pemandangan hiruk pikuk, beda pendapat para penguasa yang terjadi di meja-meja sidang partai politik. Sidang DPR tidak jarang yang berakhir dengan saling caci maki dan saling adu otot. Nuansa lebaran menjadi lain dari yang lain.

Lebaran diperingati secara berbeda oleh ummat Islam di Indonesia. Perbedaan penetapan hari lebaran ini berjalan damai. Perbedaan lebaran mengisyaratkan perbedaan faham yang mulai berani dimunculkan oleh masyarakat. Perbedaan lebaran menunjukkan perjalanan keagamaan yang beragam. Perbedaan tersebut merupakan rahmat lil alamin. Perbedaan sejatinya disikapi dengan terbuka dan menerima keanekaragaman paham. Perbedaan yang dikelola dengan baik membangun citra positif. Perbedaan merupakan ekspresi yang tercermin dari cara berpikir bebas yang mesti terjadi. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan.

Bagi masyarakat awam, perbedaan hari raya tidak menimbulkan konflik. Walaupun ada sebagian masalah yang terselubung. Realitas kesehariaan masyarakat petani dan buruh, lebih bersikap respek terhadap perbedaan yang terjadi. Mereka tidak perduli dan bersikap acuh tak acuh dengan segala perbedaan. Ekspresi yang mereka tunjukkan ada yang positif dan negatif. Ekspresi positif ditunjukkan dengan membiarkan perbedaan terjadi dan bersikap memahami pilihan masing-masing. Sedangkan ekspresi negatif muncul melalui kasak kusuk di balik meja. Secara samara terlihat mereka saling menggunjing satu dengan yang lain. Mengintai dan mematai-matai aktivitas satu dengan yang lain. Namun, secara umum, masyarakat tidak peduli dengan perbedaan yang terjadi, mereka cenderung mengikuti para kiai mereka yang menjadi panutan sehari-hari.

Demokrasi : kebebasan berekspresi.
Belajar demokrasi tidak harus pergi ke Amerika atau duduk di bangku sekolah atau perguruan tinggi bertahun-tahun. Belajar demokrasi bisa di capai dari realitas kesehariaan idul fitri di kampung. Pembelajaran demokrasi tersebut ialah saling memberikan maaf antara satu dengan yang lain. Kesediaan saling memaafkan merupakan bentuk rekonsiliasi yang menghantarkan pada rasa perdamaian. Kesediaan saling memberi maaf akan menghapus segala prasangka dan dendam serta kesalahan yang telah menimbulkan luka. Dosa yang paling banyak dilakukan manusia adalah kesalahan-baik kecil maupun besar-terhadap sesamanya yang disebabkan oleh hal-hal yang sepele antar manusia bisa bermusuhan, bertikai, hingga saling bunuh.

Idul Fitri merupakan momentum untuk saling memaafkan antarmanusia, baik secara individu maupun kolektif. Budaya saling memaafkan ini lebih populer disebut halal bihalal. Meski awalnya eksklusif milik umat Islam, kini telah menjadi fenomena nasional, telah dimiliki dan dilaksanakan semua kalangan, tak terkecuali non-Muslim. Fenomena ini wajar karena relevan dengan inklusivitas misi ajaran Islam. Kesediaan memaafkan merupakan bentuk eratnya hubungan kemanusiaan antar sesame. Kesediaan memberi maaf adalah kebutuhan manusia yang tidak luput dari salah dan dosa. Kesediaan memaafkan membuka komunikasi yang tertutup. Kesediaan rasa memaafkan menjadikan manusia kembali kepada fitrah dan kesucian. Kesediaan memaafkan memberikan pertanda bersemainya demokrasi yang menekankan pada saling pengertian dan pemahaman. Kesediaan mengakui dan memperbaiki kesalahan adalah bentuk perilaku yang perlu terus menerus dilakukan.

Idul fitri juga mengembangkan budaya saling sapa dan mengenal secara baik setiap pribadi orang lain. Melalui acara silaturrahmi dengan mendatangi rumah dan berkunjung membentuk saling pengertian dan keeratan hubungan sesama ummat. Tradisi silaturrahmi yang tercermin dalam peristiwa mudik lebaran, membawa hikmah merekatkan kembali nilai persaudaraan. Tradisi pulang kampung dan meminta maaf ke sanak keluarga terutama orang tua, saudara serta keluarga dan masyarakat merupakan bentuk nilai kasih sayang. Nilai rasa kasih sesama merupakan pilar demokrasi. Demokrasi membawa gagasan bertumbuhnya rasa perdamaian dan persaudaraan. Kunjungan dan saling memaafkan antara satu dengan yang lain wujud rasa damai diantara masyarakat.

Lebaran kali ini awal tradisi demokrasi yang bersemai di masyarakat. Cara masyarakat mengelola perbedaan secara dewasa, wujud penghargaan kebebasan berekspresi. Penghargaan yang tinggi atas setiap pilihan bebas tanpa tekanan, suasana kondusif bagi bertumbuhnya demokrasi. Gagasan saling mengerti dan bertoleransi atas pilihan satu dengan yang lain patut diapresiasi. Atas nama bangsa yang pluralistik meniscayakan adanya perbedaan yang terus terkelola dengan baik. Kita mesti belajar dari peristiwa pahit yang menghancurkan nilai persaudaraan akibat ketidakmampuan mengelola perbedaan, berakhir saling tikai dan bunuh. Masyarakat lelah bertengkar dengan hal-hal yang sepele, seperti pembakaran tempat-tempat ibadah, merusak fasilitas umum dan saling bunuh. Masyarakat belajar untuk bisa menjalani setiap perbedan dengan saling mengerti.

Lebaran yang diharapkan dapat membelajarkan demokrasi akan tercapai, apabila;
1.Masyarakat menyediakan lingkungan yang saling memaafkan antara satu dengan yang lain. Lingkungan saling maaf akan terbentuk apabila terbangun budaya yang selalu hadir dalam tingkah laku masyarakat untuk memohon maaf. Budaya maaf ini tercermin sekali misalnya, di saat hari raya idul fitri, dimana setiap orang saling menyapa dan meminta maaf. Lebaran ini merupakan tradisi unik yang bisa menjadi momentum tradisi saling memaafkan setiap hari disepanjang tahun. Alangkah indahnya apabila tercipta hubungan persaudaraan yang bersedia saling memaafkan antara satu dengan yang lain. Damai akan terasa di hati.
2.Pembelajaran yang bisa di petik adalah bertumbuhnya ekspresi masyarakat untuk bebas berpendapat, mengeluarkan gagasan secara lugas dan bertanggung jawab. Lebaran kali ini melatih masyarakat berani menetapkan keputusan kapan melaksanakan hari raya, meskipun pilihan mereka harus berbeda dengan pemerintah. Masyarakat berani mengekspresikan keyakinannya secara dewasa.
3.Memberikan penghargaan yang tinggi atas sesama manusia. Kita mesti memperlakukan dan menghargai orang lain sebagai mana kita ingin dihargai. Penghargaan yang tulus menunjukkan nilai kemanusiaan kita sendiri. Setiap orang lain memiliki persamaan secara universal. Setiap manusia ingin dihargai, dicintai dan diperlakukan sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain.

Akhirnya, ainti dari demokrasi ialah kesediaan untuk berdamai dengan Allah SWT, berdamai dengan diri sendiri dan berdamai dengan orang lain. Kesemua itu bisa dilakukan apabila kita hidup dengan bersyukur (berterima kasih) dan bersedia menjalani demokrasi setiap hari. Mewujudkan kehidupan yang damai, bahagia dan adil.

Membaca Makna Nuzulul Qur’an

Ramadlan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Turunnya al-Quran dari Allah SWT kepada Rasullullah SAW diperingati setiap tanggal 17 ramadlan setiap tahunnya oleh sebagian ummat Islam. Mengetahui sejarah penting kiranya, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah SWT berupa al-Qur’an. Apabila kita tidak mengetahui sejarah, maka kecenderungan akan mengulangi sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya pemalsuan al-Qur’an pada masa-masa awal Islam. Pemalsuan terhadap al-Quran bukan tidakmungkin terjadi lagi, mengingat bebasnya dan maraknya ajaran-ajaran “nyeleneh” yang bermunculan. Wacana tentang sejarah al-Quran, seperti bagaimana al-Qur’an diturunkan, bagaimana para ulama’ menjaga al-Quran dari masa ke masa perlu diketahui oleh ummat Islam. Bagimana sejarah turunnya al-Qur’an tersebut? dan apa yang dapat kita ambil pelajaran dari sejarah turunnya al-Qur’an?


***


Membaca Makna Nuzulul Qur’an

Oleh: Najlah Naqiyah


Ramadlan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Turunnya al-Quran dari Allah SWT kepada Rasullullah SAW diperingati setiap tanggal 17 ramadlan setiap tahunnya oleh sebagian ummat Islam. Mengetahui sejarah penting kiranya, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah SWT berupa al-Qur’an. Apabila kita tidak mengetahui sejarah, maka kecenderungan akan mengulangi sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya pemalsuan al-Qur’an pada masa-masa awal Islam. Pemalsuan terhadap al-Quran bukan tidakmungkin terjadi lagi, mengingat bebasnya dan maraknya ajaran-ajaran “nyeleneh” yang bermunculan. Wacana tentang sejarah al-Quran, seperti bagaimana al-Qur’an diturunkan, bagaimana para ulama’ menjaga al-Quran dari masa ke masa perlu diketahui oleh ummat Islam. Bagimana sejarah turunnya al-Qur’an tersebut? dan apa yang dapat kita ambil pelajaran dari sejarah turunnya al-Qur’an? Istilah turunnya al-Qur’an berasal dari kata “nazala, yanzilu nazlan” yang artinya turun. Sedangkan nuzul al-Qur’an adalah turunnya al-Quran kepada nabi Muhammad SAW. Turunnya al-Quran dari atas ke bawah menunjukkan ketinggian kedudukan al-Quran. Al-Qur’an menurut ahli tafsir ialah kalam allah yang diurunkan kepada nabi Muhammad secara mutawatir. Sedangkan menurut ahli fiqh ialah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjadi mukjizat Nabi, lafadznya secara mutawatir yang ditulis dalam mushaf al-Quran diawali surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-naas.

Turunnya al-Qur’an membawa perubahan bagi manusia di muka bumi. Turunnya al-Qur’an sebagai putunjuk bagi manusia memperoleh jalan yang benar menuju cahaya iman dan Islam. Ayat pertama yang turun merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berkisar di seputar nasib manusia, asal usul dan tujuannya. Kapan dan dimana serta peristiwa yang terjadi pada saat ayat pertama dan terakhir diturunkan kepada Muhammad SAW. Para jumhur ulama’ menyebutkan bahwa ayat yang pertama kali turun ialah surat al-‘Alaq ayat 1-5.
Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al ‘Alaq 1-5).

Surat al-‘Alaq diturunkan ketika rasulullah saw berada di gua hira’ , yaitu sebuah gua dijabal nur, yang terletak kira-kira tiga mil dari kota Mekah. Ini terjadi pada malam senin, tanggal 17 ramadhan tahun ke 41 dari usia Rasulullah 13 tahun sebelum hijriyah. Bertepatan dengan bulan Juli tahun 610 M. malam turunnya al-Quran pertama kali di ‘lailatul qodar” atau ‘lailatul mubarakah”, yaitu suatu malam kemuliaan penuh dengan keberkahan.

Pengajaran dengan pena

Surat al-‘Alaq 1-5 menjelaskan jawaban gelisah dan kerisauan yang dialami oleh nabi Muhammad SAW melihat realitas jahiliyah. Nabi risau dengan keadaan bangsa Arab yang kesuku-sukuan, menuhankan patung dan berhala serta bermusuh-musuhan. Nabi menepi dan bertahanus di gua hira’ sampai akhirnya turun wahyu. Allah memperkuat hati nabi Muhammmad bahwa hanya kepada Allah SWT manusia bersandar dari segala sesuatu. Allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Pada ayat berikutnya Allah menunjukkan sifat Allah yang maha pemurah. Hanya kepada Allah manusia meminta segala sesuatu. Berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah yang maha mulya.

Pada ayat Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam, menujukkan budaya tulis menulis. Al-Quran menunjukkan kemajuan manusia yang dicapai melalui budaya tulis menulis. Kala itu hanya dikenal dengan budaya lisan, berupa syair-syair, namun Allah mengajarkan manusia dengan pena. Suatu lompatan budaya al-Qur’an. Jika melihat realitas peradaban keilmuan dan pengetahuan dipelajari dari warisan buku-buku yang ditulis oleh para ilmuwan. Demikian, juga kitab al-Qur’an, ditulis dan terjaga hingga saat ini, sebagai satu-satunya kitab suci yang otentik dari segi lafadz dan periwayatannya.

Di Indonesia, tradisi tulis menulis masih langka, banyak ilmu yang bertebaran di masyarakat, tapi hanya sedikit orang yang mau mengumpulkan dalam tulisan, hingga sejarah kelam kerap terjadi berulang-ulang. Misalnya, pertikaian antar suku, korupsi dan pembalakan hutan adalah tradisi yang membuat bangsa ini tercabik-cabik, akhirnya, kebodohan cenderung terulang dari masa ke masa. Kita jarang belajar dari sejarah, karena kita tidak tahu sejara dan tidak punya tulisan yang bisa dipelajari dari sejarah bangsa ini. Selayaknya, para manusia bisa mengambil pelajaran dari turunnya wahyu pertama, untuk mengingatkan manusia agar belajar tentang tulis menulis. Menuliskan pengetahuan yang ada di alam semesta. Mengkaji makna butiran-butiran mutiara al-Qur’an sebagai landasan teori dasar pengetahuan. Tidak bsa dipungkiri, bangsa yang memiliki peradaban maju, adalah bangsa yang memiliki tradisi tulis menulis yang kreatif. Sehingga generasi mendatang bisa belajar dari buku-buku yang dihasilkan oleh generasi sebelumnya.