Friday, November 17, 2006

Problematika Pernikahan Sirri dalam Tinjauan Keperempuanan

Industrialisasi masuk ke daerah terpencil mengundang ekses bagi perempuan. Pekerja yang datang dan tinggal lama di daerah industrialisasi butuh menyalurkan seksnya. Siapa yang harus memenuhi kebutuhan tersebut, sedangkan istri mereka ada di tempat jauh? Problematika nikah sirri (bawah tangan) di lingkungan pabrikan, perusahaan besar menjadi fenomena menarik. Alih-alih pendatang menikah karena kebutuhan, justru yang terjadi pendatang menikah secara diam-diam dan tidak tercatat. Pernikahan sirri membawa korban kekerasan bagi perempuan. Industrialisasi berdampak negatif bagi perempuan. Disatu sisi, peran perempuan sangat dibatasi oleh budaya lingkungan dan di sisi lain perempuan dieksploitasi sebagai komoditi seks. Lalu, bagaimana mengatasinya?




***

Problematika Pernikahan Sirri dalam Tinjauan Keperempuanan

Oleh: Najlah Naqiyah


Industrialisasi masuk ke daerah terpencil mengundang ekses bagi perempuan. Pekerja yang datang dan tinggal lama di daerah industrialisasi butuh menyalurkan seksnya. Siapa yang harus memenuhi kebutuhan tersebut, sedangkan istri mereka ada di tempat jauh? Problematika nikah sirri (bawah tangan) di lingkungan pabrikan, perusahaan besar menjadi fenomena menarik. Alih-alih pendatang menikah karena kebutuhan, justru yang terjadi pendatang menikah secara diam-diam dan tidak tercatat. Pernikahan sirri membawa korban kekerasan bagi perempuan. Industrialisasi berdampak negatif bagi perempuan. Disatu sisi, peran perempuan sangat dibatasi oleh budaya lingkungan dan di sisi lain perempuan dieksploitasi sebagai komoditi seks.

Industrialisasi terjadi di Paiton. Ketika pembangunan PLTU tahun 1992, terjadi eksodus pekerja dari luar negeri ke Paiton meliputi Kotaanyar, dan Pakuniran. Ada peralihan hidup masyarakat awam dari sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, pengairan, pendidikan, perumahan, pemanfaatan air bawah tanah, pariwisata, pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, ke pembangunan PLTU. Masyarakat pendatang mendominasi kegiatan ekonomi dan usaha, pariwisata dan sentra-sentra strategis. Sebagian masyarakat sekitar menjual lahan dan tanah mereka ke pihak asing, menyewakan rumahnya ke pendatang, dan bekerja sebagai kuli-kuli bangunan. Ironinya, sebagian perempuan di sekitar projek PLTU jadi istri-istri simpanan bule dan pendatang dari negeri sendiri.




Lingkaran Setan Kekerasan Perempuan.

















Mengapa sebagian perempuan di kabupaten Probolinggo mau jadi istri simpanan? Jika ditelaah berdasar metode wawancara mendalam dari sejumlah tokoh masyarakat dan aparat di Kantor Urusan Agama (KUA) serta Pengadilan Agama, penyebab maraknya nikah sirri dikarenakan ketidaktahuan masyarakat terhadap dampak pernikahan sirri. Masyarakat miskin berpikir jangka pendek, yaitu terpenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah dan cepat. Sebagian yang lain mempercayai, bahwa istri simpanan kiai, tokoh dan pejabat mempercepat perolehan status sebagai istri terpandang di masyarakat, kebutuhannya tercukupi dan bisa memperbaiki keturunan mereka. Keyakinan itu begitu dalam berpatri dan mengakar di masyarakat. Cara-cara instan memperoleh materi, keturunan, pangkat dan jabatan bisa didapatkan melalui pertukaran perkawinan. Dan anehnya perempuan yang dinikah sirri merasa enjoy dengan status sirri hanya karena dicukupi kebutuhan materi mereka, sehingga menjadi hal yang dilematis dan menjadi faktor penyebab KDRT semakin subur di kalangan masyarakat miskin, awam dan terbelakang. Mereka menganggap nikah sirri sebagai takdir yang harus diterima oleh perempuan begitu saja.

Faktor ketidaktahuan ini menyebabkan keterbelakangan masyarakat. Mereka miskin akses invormasi, pendidikan dan ekonomi. Mereka tidak tahu dan tidak mengerti hukum. Mereka tidak sadar hukum dan tidak tahu bagaimana memperoleh perlindungan hukum apabila mengalami kekerasan terhadap anak dan perempuan. Sementara sikap masyarakat masih menganggap, nikah sirri merupakan hak privasi yang tabu diperbincangkan. Masyarakat enggan cawe-cawe terhadap urusan rumah tangga orang.

Setelah perempuan menjadi istri simpanan ialah terampasnya hak-hak istri. Istri simpanan rentan dipermainkan oleh laki-laki tidak bertanggung jawab. Contoh, ada kasus mahasiswi pendatang menikah secara sirri, kemudian ditinggal oleh suaminya. Si istri datang ke Pengadilan Agama (PA) dan meminta tolong. Tetapi pihak aparat tidak bisa menolong secara hukum, karena mereka melakukan nikah sirri yang tidak dicatat secara syah oleh hukum. Istri sirri tidak punya kekuatan hukum. Istri sirri tidak memperoleh hak milik berupa harta benda, dan status anak mereka. Nikah sirri tidak diakui oleh hukum. Kasus yang terjadi, ada sebagian istri sirri ditinggalkan begitu saja, ditelantarkan, tidak diberi nafkah dengan cukup, tidak ada kepastian dari suami akan status mereka.

Istri sirri, mudah menerima ketidak-adilan. Misalnya, apabila suami ingin menceraikan istri, maka istri tidak punya kekuatan hukum untuk menggugat. Para perempuan di desa-desa karena keawamannya tidak mengerti hukum agama, hukum negara, sehingga para perempuan tersebut menikah beberapa kali dan bahkan ada yang menikah lagi sebelum masa iddahnya selesai. Dorongan emosi sesaat (impulsive) perempuan mendorong mereka untuk menikah lagi dengan orang lain. Kasus itu tidak sekali tetapi berkali-kali, bahkan sebelum masa iddah sudah menikah sirri dengan laki-laki lain. Ironinya, pihak yang menikahkan adalah orang yang dianggap tokoh atau mereka yang dianggap sesepuh, atau wali hakim.

Anak yang dilahirkan dari pernikahan sirri tersebut rentan dengan kekerasan, kemiskinan yang terus mendera. Anak-anak kurang memperoleh kasih sayang yang utuh dari bapak-ibu. Anak tidak memiliki akta kelahiran, anak sulit diterima secara sosial, anak diacuhkan di lingkungannya dan anak sulit mendaftar ke sekolah negeri karena tidak memiliki akta kelahiran. Akibatnya, anak jadi terlantar dan tidak tumbuh dengan baik.

Ada 7 kerugian pernikahan sirri bagi anak dan istri yang terjadi di lapangan:
1.Istri tidak bisa menggugat suami, apabila ditinggalkan oleh suami.
2.Penyelesaian kasus gugatan nikah sirri, hanya bisa diselesaikan melalui hukum adat.
3.Pernikahan sirri tidak termasuk perjanjian yang kuat (mitsaqon ghalidho) karena tidak tercatat secara hukum.
4.Apabila memiliki anak, maka anak tersebut tidak memiliki status, seperti akta kelahiran. Karena untuk memperoleh akte kelahiran, disyaratkan adanya akta nikah.
5.Dalam hal faraidz, anak tidak menerima waris.
6.Istri tidak memperoleh tunjangan apabila suami meninggal, seperti tunjangan jasa raharja.
7.Apabila suami sebagai pegawai, maka istri tidak memperoleh tunjangan perkawinan dan tunjangan pensiun suami.






Solusi alternatif mengatasi pernikahan sirri.

Pertama, untuk kepentingan masa depan, bagi masyarakat yang terlanjur menikah sirri perlu mengadakan program pemutihan isbat nikah oleh Departemen Agama (DEPAG). DEPAG punya program untuk mendata seluruh masyarakat yang tidak memiliki akta nikah, kemudian diisbatkan oleh pengadilan dengan biaya yang di tanggung oleh pemerintah. Butuh dana besar, tenaga serta waktu. PKK Kab. Probolinggo, tgl 27 Mei 2006 sudah melakukan isbat nikah untuk 199 pasangan secara gratis adalah langkah maju. Tapi akan lebih baik kalau dilakukan bagi semua masyarakat yang tidak punya buku nikah. Cara melakukan isbat nikah dengan mengajukan ke Pengadilan Agama. Caranya dengan datang ke Pengadilan Agama, mengikuti sidang, selanjutnya Pengadilan Agama akan mencatat tanggal pernikahan.

Kedua, bagi pasangan yang baru saja terlanjur melakukan nikah sirri dan belum punya anak, maka pengesahan perkawinannya dengan cara mengulang perkawinan atau dicatat di Kantor Urusan Agama setempat.

Ketiga, bagi para remaja dan calon pasangan yang belum nikah, atau akan menikah serta orang tua perlu penyuluhan supaya sadar hukum. Dengan memberikan sosialisasi ke masyarakat akibat dan kerugian dari pernikahan sirri membangun kesadaran hukum. Tujuannya agar pernikahan sirri tidak terjadi di masyarakat secara terus menerus.

Keempat, memberdayakan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk melakukan fungsi pengawasan. KUA perlu menyebarkan pengawas guna memantau pasangan yang menikah agar memiliki surat nikah. Apabila tidak ada surat, maka istri dihimbau segera minta surat nikah. Dengan begitu mereka datang mengurusnya ke KUA. Pengawasan ini dilakukan dengan menggerakkan penghulu di desa-desa dan kepala desa, agar setiap perkawinan harus melalui sepengetahuan RT dan RW. Cara ini layak diterapkan sekarang untuk memantau warga kab. Probolinggo yang menikah supaya tercatat di kantor KUA

Kelima, Perlu efektivitas kerja sama dengan berbagai pihak, seperti LSM, organisasi perempuan dan pemerintah melakukan koordinasi. Selama ini para LSM dan organisasi perempuan tidak punya payung hukum. Mereka bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan kurang bisa memberikan pressure ke pihak-pihak yang melakukan nikah sirri. Harusnya LSM, organisasi perempuan bergandengan tangan mencegah pernikahan sirri.

Akhirnya, pernikahan sirri selalu mengorbankan pihak perempuan. Untuk menjaga keseimbangan itulah, diperlukan hukum yang memihak keadilan diantara laki-laki dan perempuan. Jangan ada korban bagi perempuan lagi.

5 comments:

Anonymous said...

ironis ya bu, masih banyak praktek nikah sirri hanya karena motif ekonomi semata- jadi, bukankah kesejahteraan dahulu yg mesti diperbaiki??!.
Koq ya, mau-maunya, perempuan mendapat ketidakadilan,apa mungkin mereka semuanya tergolong orang awam yg tidak tahu apa-apa mengenai akibat pernikahan sirri yg mereka lakukan.

(Andra- mahasiswi PPB Unesa)

Samsjul Hudha said...

Merebaknya nikah siri, juga sebagai akibat terlalu "berkuasa"nya para pemuka agama dalam kehidupan masyarakat kita khususnya di pedesaan, yang notabene miskin ekonomi, miskin pendidikan dan informasi, sehingga segala sesuatu diserahkan sepenuhnya kepada para pemuka agama kita.

Anonymous said...

Assalamu alaikum wr wb

Bu Najlah yang baik,
saya sedang menghadapi suatu masalah. sebenarnya minggu depan saya akan melangsungkan acara lamaran. rencananya dalam acara tersebut juga dilakukan ijab kabul (nikah sirri). hal ini untuk kepentingan keluarga saya. bapak saya menganut sistem penanggalan dalam pernikahan anak2nya. sehingga saya harus segera menikah tahun islam ini (sebelum tanggal 1 muharam mendatang)agar kakak perempuan yang saya langkahi bisa menikah di tahun islam setelah ini. jika saya setelah tanggal 1 muharam maka kakak saya harus menunggu tahun depan.

saya benar-benar bingung karena ternyata keluarga pihak calon saya kurang setuju dengan cara seperti itu. mereka berpendapat jika mau menikah langsung menikahkan secara legal saja. saya bingung karena jika menikah secara legal apakah masih ada waktu untuk mengurus ke kua.

kira-kira bagaimana proses mengurus pencatatan pernikahan di kua ya Bu?
saya bingung, tidak ada informasi yang lengkap di website departemen agama, yang ada infonya disana justru tentang lelang2 dsb.

apa saja yang harus saya lalukan jiak ingin mengurusnya, (dalam waktu yang singkat ini)? mohon jawaban ibu segera.


terima kasih banyak


Wassalam
Diar

ghanthengdewe said...

Anak hasil nikah sirri yang sah secara agama, tidak berhak dapat warisa????????????
Ah......yang bener aja bu..........
Dalilnya mana?????
Untuk yang lain2 ana setuju.

hubeib said...

sebenarnya bagaimanakah nikah KUA dalam perspektif islam?kok baru denger klo anak dari nikah sirri tidak berhak atas warisan(dalam faroidl islam)ada refrensinya nggak bu?jadi pengen tau