Monday, May 15, 2006

Cerita dari USA: Oase Pendidikan Multikultural di Chicago

Penulis tiba kota Chicago hari sabtu, 6 Mei 2006 waktu Chicago, dan Minggu waktu Indonesia. Setibanya penulis di pusat kota, langsung berkeliling mengitari pemandangan diseputar hotel Chicago Hilton. Illinois adalah negara bagian ketiga terbesar di Amerika Serikat. Illinois memiliki kota Chicago yang sangat maju. Chicago terdiri dari berbagai penduduk dari berbagai negara. Penduduk tinggal di Chicago berasal dari 50% kulit putih dan 50% kulit hitam. Lalu apa yang terjadi?

***


Cerita dari USA: Oase Pendidikan Multikultural di Chicago

Oleh: Najlah Naqiyah
Peserta CLP (Community Leadership Program) di Chicago Illinois USA


Penulis tiba kota Chicago hari sabtu, 6 Mei 2006 waktu Chicago, dan Minggu waktu Indonesia. Setibanya penulis di pusat kota, langsung berkeliling mengitari pemandangan diseputar hotel Chicago Hilton. Illinois adalah negara bagian ketiga terbesar di Amerika Serikat. Illinois memiliki kota Chicago yang sangat maju. Chicago terdiri dari berbagai penduduk dari berbagai negara. Penduduk tinggal di Chicago berasal dari 50% kulit putih dan 50% kulit hitam. Sebagian kecil lainnya adalah orang-orang kulit coklat. Penduduk yang tinggal di kota ini berasal dari berbagai agama yang berbeda. Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu dan Budha dan Atheis bisa hidup di kota Chicago. Chicago memiliki keunikan budaya. Keunikan tersebut nampak setiap individu yang hidup di kota Chicago. Orang Chicago Amerika tidak begitu perduli dengan orang lain, tetapi mereka sangat tipikal. Orang Chicago biasanya mengenal dulu orang lain, sebelum menghakimi orang tersebut. Keunikan lain juga nampak dari budaya orang-orang Amerika.


Di Chicago sebagai pusat kota dimana tempat orang bekerja. Di Chicago berdiri gedung-gedung menjulang langit. Gedung-gedung tinggi yang tertata rapi. Gedung-gedung pencakar langit terdapat di sepanjang pusat kota Chicago, berbaris indah membentuk blok-blok. Setiap blok terdiri dari pusat perkantoran, pertokoan dan lainnya. Transportasi yang digunakan oleh orang-orang Chicago adalah mobil, bus dan kereta listrik bawah tanah. Hampir setiap saat banyak orang yang lalu lalang di pusat kota mengelilingi blok-blok untuk memenuhi urusan mereka. Mereka berjalan kaki, dan berkendaraan. Mereka sangat mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Orang Chicago sangat menghargai setiap peraturan yang ada di jalan, misalnya lampu untuk para pejalan kaki untuk menyebrang jalan. Pengendara mobil sangat menghargai para pejalan kaki. Penghargaan tersebut menjadi tanda adanya denyut kehidupan masyarakat yang mengembangkan hidup saling toleransi antara satu dengan yang lain.


Sikap toleransi multikultural sangat terasa di Chicago. Multikultural nampak nyata dari keseharian penduduk kota Chicago. Hal tersebut nampak dari sikap dan perilaku penduduk kota Chicago yang saling menghargai satu dengan yang lainnya. Kesediaan orang-orang kulit putih berdampingan dengan orang-orang kulit hitam. Kesediaan menerima orang-orang asing untuk hidup berdampingan dengan orang Amerika. Sikap terbuka terhadap perbedaan adalah ciri masyarakat Amerika. Kesediaan berbagi tempat untuk orang-orang berbeda agama. Suasana multikultural juga terasa pada setiap perjumpaan dengan penduduk kota Chicago. Mayoritas mereka sangat ramah dan menyapa orang yang mereka temui dengan ucapan yang sopan. Mereka terbiasa dengan mengucapkan terima kasih.


Bagaimana kota Chicago membangun peradaban Multikultural? Peradaban toleransi multikultural dibangun dari kesadaran setiap orang yang tinggal di kota Chicago. Peradaban tersebut adalah disiplin, kesetaraan dan persamaan manusia, penegakan hukum, keadilan. Peradaban toleransi memang lahir dari budaya Chicago yang dihargai oleh penduduknya. Tentu, penghargaan tersebut lahir dari sistem pendidikan masyarakat Chicago yang diajarkan di sekolah dan diterapkan sehari-hari. Anak-anak belajar tentang tepat waktu dan disiplin di sekolah. Anak-anak melihat perilaku orang dewasa yang nampak di keseharian mereka. Anak-anak berinteraksi dengan realitas sosial seperti alat-alat transportasi yang mereka tumpangi. Anak-anak belajar dan menemukan sendiri bahwa angkutan umum seperti bus dan kereta api berjalan tepat waktu, aturan-aturan yang dilakukan di masyarakat Chicago berjalan. Mereka belajar dari keseharian para orang tua dan orang dewasa lainnya. Budaya disiplin dan tepat waktu akhirnya menjadi habits (kebiasaan) yang mendarah daging sejak kecil. Keunikan itulah yang terasa oleh penulis, dimana segalanya berjalan tepat waktu di Chicago. Misalnya, saat penulis belajar naik kereta api/bus sangat tepat waktu kapan berangkat dan tiba di Union station. Transportasi masyarakat sangat tepat waktu, sehingga budaya disiplin lahir ditengah peradaban Chicago. Berbeda dengan budaya Indonesia, yang serba terlambat. Transportasi publik tidak memenuhi standar dan sering pula terlambat. Bus-bus umum di Indonesia tidak tepat waktu. Anak-anak belajar disiplin di sekolah saja dengan kata-kata, tanpa melihat dengan mata kepala sendiri bagaiamana para orang dewasa dan para orang tua tidak tepat waktu. Perilaku tidak tepat waktu menghilangkan rasa disiplin. Anak-anak membuat anak-anak belajar dari realitas sosial tentang mengabaikan waktu. Penulis menyadari bahwa penerapan disiplin dan ketepatan waktu tidak bisa hanya diajarkan dengan kata-kata di sekolah, tetapi harus diikuti oleh tradisi yang muncul dari perilaku disiplin masyarakat setempat. Masyarakat dituntut untuk menerapkan layanan terhadap sesama secara tepat waktu pula. Demikian juga, pemerintah harusnya mengusahakan agar layanan transportasi umum berjalan secara tepat waktu dan cepat. Sehingga terbentuk oase tepat waktu dan disiplin. Alih-alih, anak anak bisa menikmati transportasi murah, cepat dan tepat dari pemerintah Indonesia, justru yang terjadi adalah kecuekan pemerintah terhadap anak-anak miskin yang harus membayar mahal transportasi umum ke sekolah. Akhirnya anak-anak sering terlambat datang ke sekolah, gurunya juga sering terlambat. Anak-anak Indoensia sangat miskin contoh disiplin dari masyarakatnya. Menyadari hal tersebut, sudah saatnya, pemerintah Indonesia mulai memikirkan bagaimana agar transportasi berjalan secara cepat dan tepat waktu. Bagaimana caranya untuk memberikan subsidi transportasi? Memberi anak-anak kartu-kartu transportasi secara murah yang bisa dipakai oleh siswa dengan transportasi layak, bukan dengan memberikan uang bantuan BBM secara langsung dan tidak jelas digunakan untuk apa uang bantuan BBM tersebut oleh siswa. Seperti di Chicago, kartu-kartu transportasi pelajar itu berlaku selama 7 hari yang dibeli dengan sangat murah. Para pelajar bisa menggunakan bus-bus atau kereta secara bebas kapanpun mereka pergi secara gratis. Pelajar hanya menunjukkan kartu transportasi pelajarnya ke kondektur saat pergi dan pulang dari sekolah. Dengan demikian, bantuan subsidi BBM akan terasa lebih nyaman dan aman bagi siswa, daripada sekedar pembagian uang tunai yang jumlahnya sedikit, dan tidak terkontrol apabila kebutuhan transportasi siswa tetap mahal.


Multikultural yang tumbuh di Chicago ialah kesediaan setiap orang untuk saling menghargai perbedaan satu dengan yang lainnya. Hidup berdampingan dengan perbedaan agama tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kesediaan bersikap toleran akan sangat di butuhkan. Penulis merenungkan, betapa Islam sesungguhnya memiliki ajaran demokrasi, keadilan, persamaan derajat, dan toleransi serta disiplin. Tetapi pada realitas keseharian, hal itu belum terwujud di Indonesia yang 90 % penduduknya mayoritas Islam. Di Indonesia , ajaran Islam hanya hidup diatas teks suci yang setiap kali dibaca di pesantren-pesantren dan di masjid-masjid, tapi jauh dari praktek sehari-hari saat menjalani kehidupan. Betapa Islam sangat menganjurkan untuk tepat waktu. Bahkan Allah SWT juga bersumpah demi waktu. Bahwa manusia adalah berada dalam kerugian apabila manusia tidak menggunakan waktu dengan baik. Ajaran solat mengajarkan orang-orang Islam untuk tepat waktu. Solat fardu sehari lima kali, adalah ajaran yang mengandung nilai untuk menghargai waktu. Herannya, mengapa justru ummat Islam terbesar di Indonesia masih berleha-leha ? Karena ajaran Islam belum menyatu pada perilaku keseharian pemeluknya. Ummat Islam masih tidak mampu mengatur bagaimana agar memperoleh teknologi cepat dan tepat waktu dalam urusan kerja. Mestinya spirit tersebut mengilhami para tokoh agama untuk berpikir bagaimana mengatur negara Indonesia berbudaya disiplin. Jika sadar bahwa Indonesia amatlah tertinggal dari negara-negara maju, maka semestinya sadar untuk berubah dan berusaha seperti perilaku negara maju. Salah satu kunci perilaku negara maju, seperti Chicago adalah semua berjalan tepat waktu dan serasi. Ketepatan waktu merupakan hal penting untuk membangun peradaban yang saling menghargai.

Belajar dari multikultural di Chicago, adalah kesediaan untuk bersikap beberapa hal pertama, toleransi terhadap sesama manusia. Sikap toleransi akan muncul apabila memiliki sikap respek terhadap sesama manusia. Sikap respek untuk bersedia memahami dan mengerti orang lain. Sikap respek tidak akan tumbuh hanya dengan kata, tetapi perlu di praktekkan pada kesediaan kita berdampingan untuk berlaku sama terhadap kepada semua manusia.
Kedua, adanya sikap kesediaan untuk memberikan maaf (forgiveness) kepada orang lain. Kesediaan untuk memaafkan adalah sikap penting untuk menerapkan multikultural. Dimana hidup dengan orang yang berbeda ras, etnik dan agama tentu membutuhkan interaksi yang berbeda. Mengampuni orang yang menyalahi kita akan membuka pintu dialog untuk saling kenal mengenal dan memahami orang lain. Dengan cara memberikan maaf, apabila orang lain yang menyinggung perasaan, sikap keras, dan salah paham. Dengan memberikan maaf, akan ada dialog yang memberikan saling mengerti posisi masing-masing dan mengakhiri konflik yang terjadi. Dialog dengan jujur dan kesediaan menerima orang lain seperti apa adanya, akan memudahkan hati kita membuka diri untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda.
Ketiga, Menyadari bahwa orang lain berbeda dan menghargai perbedaan itu sebagai kewajaran. Kesadaran adanya perbedaan antara satu dengan yang lainnya menuntun sikap untuk toleransi. Dengan menyadari adanya orang lain yang berbeda, orang lain memiliki kebutuhan berbeda, mendorong sikap untuk sadar dimana hidup multikultural adalah suatu niscaya.

Akhirnya, belajar dari kota Chicago, rasanya bukan tidak mustahil, suatu saat nanti Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya. Indonesia yang memiliki ribuan budaya multikultural akan bisa hidup damai dengan saling mencintai, memahami dan maju bersama-sama. Indonesia yang menghargai individu berdasarkan karakter dan isi pribadi mereka, bukan semata karena keturunan, kekayaan, jabatan atau ras tertentu. I still have a dream..... dengan bersikap terbuka kepada setiap perbedaan, maka kemajuan akan tercapai bersama-sama.

Chicago, minggu malam, 09.30 pm.

5 comments:

Anonymous said...

Salam sejahtera Kak Najlah Naqiyah!

Saya setuju sekali dengan tulisan Kakak ini tentang pentingnya menghargai perbedaan dan disiplin waktu. Harapan saya terhadap masyarakat Indonesia juga sama seperti yang Kakak harapkan, Indonesia yang multikultur mampu menghargai perbedaan.
Semoga tulisan Kakak ini dapat menggugah hati para warga masyarakat Indonesia lainnya.

Terus berkarya ya, Kak!

Anonymous said...

salam kenal ya mbak,
setuju banget dengan usulan mbak, karena dengan banyaknya perbedaan seharusnya dunia ini menjadi indah, coba bayangkan kalau dunia ini tidak ada perbedaan, semuanya sama, malah aneh kan ? jadi mari kita hargai semua perbedaan yg ada dlam kehiduapan ini, niscaya kita damai...

kutunggu ya mbak artikel berikutnya

Najlah Naqiyah said...

Terima kasih komentar teman-teman...

Menghargai orang lain adalah memberikan hak hidup bagi sesama. Sikap arogan dan membungkam aktivitas orang lain adalah sikap yang mematikan pilar demokrasi. Membatasi dan mengkungkung orang lain sesuai dengan keinginan diri untuk menguasai, sesungguhnya merampas hak hidup orang lain.

Budaya otoritier masih kental terasakan di lingkungan sekitar, dimana kemerdekaan hidup masih ditentukan oleh penguasa. Jika tidak ada situasi yang demokratis, maka akan sulit berkembang, apalagi punya kemandirian, suatu yang mustahil. Justru yang ada adalah jiwa-jiwa ketakutan, kecemasan dan kemiskinan.

Persoalan kemiskinan inilah yang tengah membelenggu. Ketergantungan pada orang lain yang membudaya. Ketakutan dan kecemasan yang merejalela. Hidup dalam ketakutan, bukanlagi suatu kehidupan.

Untuk itu, sebisa mungkin berikanlah penghargaan pada orang lain untuk tumbuh kembang. Berikan ruang yang bebas untuk berkreativitas.

Salam
Najlah

Unknown said...

qzz0707
coach outlet
longchamp solde
tory burch outlet
longchamp outlet
tory burch outlet
jordan shoes
kevin durant shoes
michael kors outlet
armani exchange
dansko shoes

yanmaneee said...

coach outlet store online
air max 90
nike kd 11
moncler
golden goose sneakers
michael kors
lebron james shoes
timberland
off white nike
nmd