Wednesday, November 16, 2005

Teroris, Ideologi Agama dan Ketidakadilan


Penangkapan terorisme adalah isu sentral di tanah air. Rabu, 9 Nopember 2005, Dr Azhari ditembak mati oleh polisi di Batu Malang. Kini, gembong teror itu telah tiada. Apakah jaringannya akan berhenti? Pertanyaan tersebut wajar diajukan. Mengingat gerakan Dr. Azhari sebagai otak pengeboman di Indonesia. Tertangkapnya Dr. Azhari merupakan prestasi kepolisian RI. Polisi berhasil menggeladah dan menembak para teroris. Orang yang tertembak adalah Dr. Azhari diperkuat oleh sidik jari dan barang-barang milik korban, seperti kacamata, baju dan sejumlah bom rakitan. Keberhasilan ini akan membuat polisi lebih percaya diri untuk menemukan kawanan Dr. Azhari yang melarikan diri, seperti Nurdin M. Thop, Cholily dsb. Bagaimana membaca kinerja kepolisian menanggulangi terorisme?

***


Teroris, Ideologi Agama dan Ketidakadilan

Oleh : Najlah Naqiyah


Penangkapan terorisme adalah isu sentral di tanah air. Rabu, 9 Nopember 2005, Dr Azhari ditembak mati oleh polisi di Batu Malang. Kini, gembong teror itu telah tiada. Apakah jaringannya akan berhenti? Pertanyaan tersebut wajar diajukan. Mengingat gerakan Dr. Azhari sebagai otak pengeboman di Indonesia. Tertangkapnya Dr. Azhari merupakan prestasi kepolisian RI. Polisi berhasil menggeladah dan menembak para teroris. Orang yang tertembak adalah Dr. Azhari diperkuat oleh sidik jari dan barang-barang milik korban, seperti kacamata, baju dan sejumlah bom rakitan. Keberhasilan ini akan membuat polisi lebih percaya diri untuk menemukan kawanan Dr. Azhari yang melarikan diri, seperti Nurdin M. Thop, Cholily dsb.

Bagaimana membaca kinerja kepolisian menanggulangi terorisme? Kinerja polisi masih terjadi pro dan kontra. Sebagian beranggapan kepolisian RI lemah dan tidak mampu membasmi teroris. Sebagian lagi berpendapat, polisi memiliki kemampuan apabila didukung oleh sarana memadai. Pendapat tersebut wajar adanya, mengingat polisi kerap kali kecolongan oleh ledakan bom diberbagai tempat. Bom Bali I dan II, dan bom J.V. Mariot dan kedutaan Australia. Karena kebutuhan yang mendesak, lahir undang-undang yang memberikan kewenangan tentara ikut terlibat membasmi teroris. Dana dikucurkan untuk biaya membasmi terorisme diperuntukkan tentara 9 trilun dan polisi 12 trilun. (Jawapos, 11 Nopember 2003). Polisi mampu melakukan penangkapan terhadap pelaku teror. Polisi berhasil menembak mati buron teror yang meresahkan masyarakat.
Membasmi gerakan teroris tidak bisa berhasil hanya dilakukan oleh polisi dan tentara saja. Membasmi teroris perlu kerja sama antara seluruh komponen bangsa. Para tokoh agamawan, keploisian dan masyarakat perlu bahu membahu. Kekerasan menghabiskan nyawa orang banyak dengan ledakan bom meresahkan.

Mengapa gerakan teroris tumbuh subur di negeri miskin? Tumbuhnya terorisme didasarkan oleh ideologi, ketidakadilan dan kelaliman. Adanya ideologi yang membenarkan melakukan kekerasan atas ketidakadilan dan kelaliman disuatu negeri. Ideologi tersebut dihidupkan oleh pelaku kejahatan. Pelaku teror berjubah ideologi tertentu memikat dan menyebarluaskan ajarannya. Jika merunut pada kebebesan dan arus invormasi yang masuk dan beragam, ideologi apapun bisa merasuki dan tumbuh mempengaruhi sebagaian orang. Umumnya, penyebaran ideologi merasuki kaum muda yang militansi mereka sangat kuat untuk melandasi cara berpikir dan beraksi. Misalnya gerakan doktrinisasi dan cuci otak atas suatu ideologi akan menggerakkan kelompok dengan militansi yang kuat. Mereka mudah diprovokasi untuk melakukan aksi sesuai dengan ideologi yang telah ditanamkan. Merasuknya ideologi yang membenarkan kekerasan adalah ideologi kolonial dihidupkan untuk menjajah negeri kembali. Bagaimana reaksi para tokoh agamawan melihat ideologi teroris berkembang merasuki kalangan muda?

Maraknya ideologi baru yang tumbuh kembang tanpa batas, muncul kekhawatiran para Ulama’ Nahdatul Ulama’. Para Ulama’ NU delegasi pesantren berkumpul dan mencetuskan gagasan “resolusi jihad II”. Resolusi tersebut dipelopori oleh pesantren Islam se Indonesia yang di deklarasikan oleh PBNU tanggal 22 Oktober 2005 di Jakarta. Resolusi jihad II untuk menentang keras dan melarang penyebaran paham ideologi kolonial. Paham ieologi yang membenarkan sikap kekerasan untuk mencapai maksudnya. Sumber teroris berasal dari ideologi yang mengabsahkan kekerasan. Ideologi yang membenarkan pembunuhan untuk memenuhi keinginannya. Ideologi yang membenarkan orang melakukan bom bunuh diri. Ideologi yang mencuci orang agar bertindak kekerasan. Ideologi yang membawa jubah agama.

Apakah agama berpotensi menjadi sumber konflik ? Secara idealis, agama apapun mengajarkan cinta damai, dan keselamatan serta kedamaian. Namun prakteknya, ketika agama telah dipeluk oleh pemeluknya, fungsi agama jadi beragam. Pada tataran praksis, agama bisa menjadi candu. Agama sebagai pelarian dari segala kemelaratan dan kemiskinan yang dihadapi. Bahkan agama jadi semangat untuk melakukan ambisi, agresi dan obsesi. Agama sebagai semangat inilah yang memberikan ruang bebas bagi penafsir untuk menterjemahkan agama menurut akal budinya. Pada wilayah tafsir inilah, meniscayakan terjadinya perebutan tafsir. Perebutan kerangka pikir baik tekstual, kontekstual, liberal, klasik, dan kontemporer serta rigid menjadi mungkin dalam produk tafsir. Berbagai tafsir tersebut yang mempengaruhi cara pandang masyarakat. Terbukanya pengaruh dari beragam tafsir agama, teks-teks suci bisa ditafsir sesuai kepentingan mufasir. Luasnya pengaruh pikir dan akal yang membawa teks sesuai kepentingan masin-masing penafsir. Peran tokoh agamawan perlu merebut wilayah tafsir yang sesuai dengan gagasan universal. Para tokoh agama di pesantren punya andil besar menerjemahkan teks agama sebagai rahmat bagi alam semesta.

Tokoh agama di pesantren berkomitmen untuk membawa ideologi agama yang membawa kedamaian dengan cara-cara yang beradab dan menolak kekerasan. Pesantren perlu terlibat untuk mengcounter ideologi kolonial dengan ajaran yang mengedepankan nilai-nilai universal seperti nilai persaudaraan, perdamaian dan persatuan. Ajaran tersebut perlu disebarkan melalui dakwah bil lisan (dengan perkataan yang baik) dan bil hal (dengan amal perbuatan) secara baik dan benar. Komunitas pesantren sebagi miniatur penyebaran Islam tradisional dan modern. Pesantren perlu terlibat karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Konsekwensi yang membawa implikasi terjadinya penyalahgunaan ideologi Islam untuk kepentingan teroris. Paham Islam disalahgunakan untuk kepetingan kekerasan. Untuk itulah, pesantren sangat berperan strategis membangun kultur yang mengedepankan visi perdamaian dan persemaian nilai-nilai lokal yang diajarkan dan disebarkan melalui pendidikan.

Membasmi teroris dalam jangka panjang adalah mengobati sumber dari teror itu sendiri. Sumber teror adalah maraknya ketidakadilan dan kelaliman. Ketidakadilan menyebabkan masyarakat miskin dan terkapar kelaparan. Ketidakadilan menyebabkan pengangguran, dan mudah tergiur dalam rekrutan jaringan teroris. Ketidakadilan seakan menjadi sumbu untuk menyulut ratusan bom siap diledakkan oleh teroris. Kalau hari ini, ideologi kekerasan masih tumbuh makmur, karena ketidakadilan dan kemiskinan dipelihara oleh negara. Bukankah dengan naiknya BBM telah menambah jumlah kemiskinan penduduk menjadi 68 %. Jadi negara telah berhasil meningkatkan kemiskinan rakyat. Ironi bukan?. Selayaknya, pemerintah mesti intropeksi dan memperbaiki diri. Dalam kinerja setahun kabinet SBY-JK masih ada kesempatan untuk membentuk pemerintah yang adil dan bersih. Dengan meningkatkan keadilan dinegeri ini, maka lambat laut penggerak teror tidak mendapatkan tempat dimasyarakat. Teroris dengan sendirinya tidak populer dan mati.

No comments: