Friday, January 07, 2005

Talk Show: Adopsi Anak Aceh

Talk show, Jum’at pagi, 7 januari 2005, jam 08.00-10.00 WIB, di Radio Bromo, 8.55 Bromo FM/AM.

***

Najlah : Sekarang kita membahas tentang isu yang berkembang tentang adopsi anak pasca tsunami di Aceh.

Ivan : Persoalan anak itu terkait dengan ibu. Dan itu mesti cewek, apa ada ibu cowok…?

Najlah : Ada, bagi orang tua tunggal.

Najlah : Isu yang berembang pasca Aceh.

Guruh : Yang saya tanyakan, mengadopsi anak itu yaitu meringankan beban orang lain, bagaimana hukumnya pemerintah itu disetujui apa tidak, saya dengar, pemerintah tidak menyetujui, apakah itu betul?

Najlah : Isu yang terkuak, setelah pasca tsunami yang menyisakan orang dalam pengungsian, terutama adopsi anak, pembakaran mayat yang belum bias dikubur secara missal, isu kesehatan dan sanitasi di Aceh. Ada 8000 orang yang kekurangan bantuan makanan dan air bersih. Sulit memberikan pasokan air bersih. Namun isu paling aktual, sekelompok orang/organisasi yang membawa keluar anak-anak Aceh dari daerahnya sehingga rentan terjadi penjualan, yaitu terjadinya trafficking sehingga pemerintah mendesak agar melarang adopsi anak.

Karina : Dari Wonoasih, saya sedih banget dan ngeri melihat bencana. Adopsi ini saya tidak setuju, karena anak-anak masih mencari dan orang tua masih mencari, saya sarankan untuk membuat yayasan penampuangan. Saya tidak setuju adanya adopsi.

Ivan : ada sebagian dari teman pendengar bertanya, apa itu adopsi?

Najlah : Adopsi itu pengangkatan anak, ada prosedur yang harus dita’ati oleh orang-orang. Saya sepakat dengan ibu Karina yang tidak setuju dengan adopsi, karena masih kondisi bingung, ada efek psikis, dan adat istiadat di Aceh yang kuat, bahwa anak adalah mutlak keturunan dari orang tua. Persoalannya, anak yang ditinggal mati mencapai ribuan orang, hal ini menyebabkan, selama 12 hari pasca tsunami, banyak anak diorganisir mengangkut mereka dari Aceh dengan alasan pengobatan, apabila sudah dipindah ke tempat lain sampai ke Malaysia. Ada tangan-tangan asing.
Saya masih ingat tragedi di Maluku, ketika ada gelombang pertempuran agama Islam dan Kristen. Banyak anak yang di rawat oleh penampungan yang tidak sesuai dengan agamanya. Sekarang, ada issue beredar, ada 100 anak Aceh yang telah dikelola oleh panti yang berbeda agama. Maka pemerintah mendesak agar menghentikan program adopsi karena orang tua masih mencari dan anak tidak tahu. Saya sepakat dengan mas Guruh, tentang pro kontra ini . Ada orang yang berkeinginan mengangkat anak, tetapi pemerintah harus secara tegas untuk melarang. Persoalan semacam ini harus ada kearifan agar turut menjaga, jangan sampai anak-anak kita menjadi trafficking. Bahkan di Malaysia, sudah ada tawar menawar persoalan harga.

Ivan : Isu adopsi anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya,

Boim : Menurut saya, untuk adopsi anak, telah dibahas di Jawa Pos kemaren, bahwa anak-anak yang ditinggal oleh mati, boleh di adopsi hanya oleh orang Aceh tersendiri, seperti dibilang, takutnya ada orang tuanya masih hidup, sedang kalau kita melihat peraturan undang-undang bahwa anak terlantar dipelihara oleh Negara. Sekarang persoalan maraknya calo perdagangan anak. Kok sampai ada calo anak, pemerintah harus lebih jeli dalam hal ini, mengapa lebih cepat calonya dari pada pemerintahnya, sehingga jadi problem. Di Probolinggo itu anak-anak ngamen itu dibiarin, apakah pemerintah sudah siap menampung anak-anak yang terlantar?

Najlah : Ada budaya di Aceh, harus diperhitungkan ikatan keluarga itu diambil oleh orang asing. Adopsi itu disarankan kepada warga Aceh lebih bernilai, karena bisa hidup bersama antara satu yang lain. Apakah pemerintah anak sudah siap dengan penampungan anak. Menurut saya, PBB sudah memberikan 9,3 trilun kepada Indonesia untuk merehabilitasi untuk membangun kembali, simpati dunia akan lebih percaya bahwa Aceh itu tidak ada harapan. Lebih cepat calonya daripada pemerintah. Memang semuanya diorganisir oleh jaringan sangat rapi dan cepat. Setiap hari kita menyaksikan para TKW, salah satunya organisasi yang bermasalah di Indonesia . yang menjadi ikon untuk menghentikan perdagangan di Indonesia sudah mendunia. Bahwa kita lemah dalam bidang jaringan. Pengiriman melalui kapal laut, pemerintah sudah tidak mengenali apakah itu manusia dengan barang. Karena sudah tidak bisa menerima suap menyuap dan upeti. Tidak ada hanya penghentikan kepada trafficking, atau hal-hal yang membuat pemerintah tidak berdaya. Untuk calo, bahwa moral kita sedemikian rendah karena menjual saudara sendiri dengan rupiah. Kalau kita ke tempat-tempat pembuatan paspor, di bandara, orang mudah menipu dan menjerumuskan orang untuk keuntungannya sendiri

Isu adopsi anak pasca badai tsunami, mereka sudah jelas ditinggal mati. Yang harus dilakukan pemerintah. Yang bisa dilakukan anak asuh memberikan dana-dana social, tetapi tidak membawa anak, tetapi menyalurkan. Pemerintah menurut saya melakukan beberapa hal, harus merehabilitasi kesehatan disana, berkaitan dengan anak pemerintah harus bias merawat anak dengan benar. Kalau mereka mengambil. Dengan anak-anak yang ada di Probolinggo, harus clear dulu, karena mereka datang dari berbagai daerah. Ada organisasi pengemis. Jangan anaknya yang dihukum, tetapi siapa dibalik mereka. Yang memperkerjakan. Tetapi di Aceh sangat berbeda. Dan saya kira Menteri Sosial, sudah menegaskan pemerintah mengeluarkan aturan baru, bahwa anak-anak yang selamat yang tidak diketahui oleh orang tua harus dilakukan kesepakatan oleh anak-anak dan perempuan.

Boim : Saya kurang sependapat, bahwa pengemis dan anak terlantar, bukan anaknya yang ditangkap, tetapi pengelolanya. Saya rasa pemerintah kurang tegas menjalankan aturan main, seharusnya yang ditangkap itu anaknya dulu, bukan pengurusnya, karena setahu saya, apa yang menjadi penyakit dalam hal ini, kalau tidak penyakitnya yang diberantas, mereka akan takut, baru setelah itu kayaknya pemerintah menangkap, Setelah mereka ditangkap, diapain?

Boim : Budaya Indonesia, belum cukup umur sudah dinikahkan, menurut saya itu, intinya solusinya pemerintah lebih serius menangani hal itu. Pembinaan penegasan yang lebih terarah itu lebih penting, dan solusinya memang bukan cowoknya ditegasin, ceweknya juga ditegasin.

Najlah : Saya akan menanggapi Boim, saya setuju dengan statement bahwa “pemerintah kurang tegas menangani persoalan anak”, dan bagaimana upaya ini mendesakkan kepada pemerintah seharusnya pemeliharaan anak terlantar menjadi fokus pemerintah kita, karena pemerintah enggak perduli, berarti kita seperti bunuh diri pelan-pelan karena generasi mendatang di pundak anak-anak yang lemah. Kalau kita menangkap anak-anak terlantar yang ada di jalanan, maka yang perlu diperhatikan adalah: Seberapa lama mereka akan ditangkap?, apa yang akan kita lakukan kepada mereka?, apakah itu tidak melanggar hak asasi manusia? Apakah itu efektif untuk menyeret orang yang mengorganisir anak-anak kepada pengadilan?. Kita tangkap anak-anak ke polisi, nggak mungkin mereka ngambil ke pesantren, saya kira harus dicoba, mungkin perlu mempertimbangkan ide-ide tanpa melakukan kekerasan kepada anak.

Difa : Solusi yang mbak sampaikan tadi, rasanya menarik, menurut Difa, kebijaksanaan pemerintah itu udah cocok, untuk sementara jangan keluar dari Aceh karena belum tentu kehilangan keluarga. Sebab tempat pengungsian mereka berbeda-beda. Ada orang sampai nyasar ke Malaysia. Anak-anak yang terlantar dikasih tempat penampungan, karena sesudah suasana stabil, mereka bisa mencari anak-anaknya ditempat itu di musibah tsunami. Kalau orang tua meninggal, tunggu dulu sampai stabil. Kita tidak bisa mendahului kehendak Tuhan. Ada anak-anak yang di bawa ke Medan, kalau orang tua masih hidup, mereka akan kehilangan. Untuk sementara kita jangan berpikir adopsi anak Aceh, tetapi memikirkan kebutuhan mereka agar terpenuhi. Apabila sudah terkendali, baru dipikirkan langkah selanjutnya. Bencana tsunami bukan lagi perhatian Indonesia tetapi sudah international. Pemerintah harus lebih jeli untuk menangani. Jika kita sudah tercela, tetapi alangkah baiknya kalau kita perbaiki. Saya senang dengan program pemerintah yang seperti itu.

Ivan : Kira-kira 50 ribu anak yang diurus oleh pemerintah

Najlah : Semua pihak membantu, sepertinya lebih baik mengangkat penyelewengan. Jangan sampai hal itu diselewengkan. Seperti langkah bupati di Aceh telah mencopot camatnya karena terlalu lama memberikan bantuan. Di TV dan di Koran begitu cepat, tetapi di Aceh menumpuk. Jadi pencopotan camat jadi contoh. Saya nggak habis pikir tentang pemerintah, Negara yang punya aparat banyak, tatapi kok untuk mengubur jenazah aja tidak mampu. Saya menghargai mereka yang memberikan air bersih dengan haelikopter. Mereka begitu perduli. Sedangkan kita melihat pemerintah kita lemah dan tidak pengalaman. Saya sepakat kalau ini menjadi isu. Seperti ungkapan Koffi Annan, saya harus melihat jerni, bias saja mereka tidak tulus. Tanah Rencong makmur. Dan sangat manusiawi kalau mereka melihat potensi alam untuk dikuasai negara asing. Saya belum jelas, misalnya pemerintah 50.000 anak di Aceh. Ketika fakta berbicara, banyak anak-anak sudah terkena wabah, dan bayi banyak meninggal karena paru-paru. Kalau kita tidakcepat menangani itu, jangan-jangan penampungan ini jadi boomerang. Bagaimana penampungan itu bias stabil, okelah pemerintah sebagai pelaksana, perlu bersatu dan bahu membahu. Kalau tidak layak, bagaimana penanganannya. NU sudah siap menampung 5.000 anak di aceh. Muhammadiyah yang paling banyak sarana pendidikan dan rumah sakit, bisa dimanfaatkan oleh pemerintah.

Ivan : Ada pro dan kontra , sedangkan ada beberapa pihak menampung mereka, ada ibu-ibu yang ingin adopsi untuk anak-anak.

Najlah : Ada prokontra, dan harus kita timbang bagaimana kebaikan dan keburukankan. Imbauan pemerintah itu bisa dibuktikan. Tetapi manakala ada pembiaran anak sama halnya dengan penelantaran. Harus dibicarakan kepada masyarakat kalau pemerintah tidak mampu. Para ibu-ibu yang punya keingan adopsi, mungkin harus bersabar dan bias menjadi orang tua asuh.

Boim : Saya sedikit melenceng dari anak, yang wajib dipertimbangkan aku, pengungsinya sekian ribu ke pulau Jawa, 500 ribu itu mau diapain, campur anak-anak, ibu-ibu. Kalau sudah di Jawa mau diapain. Kalau seandainya 500 ribu itu udah masuk dengan ditinggal keluarganya dari sisi ekonomis, mau minta dengan siapa. Harus dipikirkan. Yang menjadi permasalahan itu besar banget. Kita kembali pada masa anak-anak. Kita takut dengan peringatan orang tua. Pengaruh kepada anak-anak lebih mudah. Tetapi kalau orang dewasa, akan berpikir, kenapa aku gak boleh begini, dicoba. Lagi, tapi kalao udah dewasa terpaksa kok. Dampak mengungsi itu lebih kompleks

Ivan : Bisa enggak itu direhabilitasi? Isu pengungsian akan ada gejolak, ditambah dengan keadaan

Boim : Padahal Januari itu datang juga ke Jawa, sehancur apa sich Sumatra utara, kalau Sumatra itu sedemikian besar, kita bayangin terkena musibah, lalu mengungsi ke Jawa. Apakah Sumatra itu hancur semua. Apa arahnya?
Bantuan itu mengalir hanya mengalir satu dua bulan. Bantuan itu nyalur apa gak. Bantuan yang tiba disana itu hanya Trans TV. Justru hanya . Kita Bantu bukan masalah uangnya. Akhirnya ke materi. Sampai tidak, sampainya kesana itu sudah benar tah. Indonesia itu sudah bikin haelikopter. Kemaren sukarelawannya 6.600. masak bantuan segitu besar, justru dari luar negeri yang masuk. Terus ada factor x yang perlu dipertanyakan. Melihat di timor-timur. Jangan gampang-gampang menerima bantuan luar negeri. Aku siap diminta dukungan kapanpun. Senang juga untuk masalah kemanusiaan.

Najlah : Kegelisahan bersama, kenapa ke pulau jawa pengungsi itu pergi. Kenapa tidak ke pulau yang lebi luas. Kita sangat sentralistik. Karena perputaran uang beradar, 80 % beredar di jawa. Sehingga, jangka panjang ada desentralisasi ang bagus. Tidak hanya membuat kaya kepala daerah, tetapi masarakat.

Masa anak-anak adalah cermin oleh orang tua. Persoalannya pada orang dewasa yang dihadapkan pada kemiskinan dan kekurangan sehingga mudah mengabaikan akal sehat. Terjadi pada orang muda yang tidak punya kekerasan. Kita begitu tidak aman dengan keadaan ini membuat gelisah. Akan banyak terjadi kejahatan yang cepat dan mengabaikan etika moral. Bagaimana budaya Indonesia sebenarnya / itu harus dihadapi, kenyataan Negara miskin lebih banyak kejahatan. Bukan mereka tidak beragama, tetapi karena kemiskinan mereka.

Persoalan korupsi bantuan, saya kira wajar, kita ini Negara koruptor. Kita kehilangan kepercayaan publik kepada pemerintah. Sehingga terus menerus perlu meyakinkan.

Travy : Kenapa banyak mereka pindah ke Jawa, memang sentral banget, paling subur. Tetapi harus mikir, tempat tinggalnya nanti dimana. Tambah lagi tugas pemerintah, mikirin tempat tinggal. Bolehlah mereka tinggal di Jawa. Mereka tinggal di Kalimantan lebih luas, masih banyak lahan kosong yang bias diolah. Sehingga banyak criminal kita akan bertambah. Aku punya pendapat bahwa hokum itu sangat lemah, paling tidak hukumannya hanya 1-5 tahun. Sedangkan di Malaysia dan amerika sangat tegas, takut dihukum mati. Misalnya memperkosa paling lama hanya lima tahun, jadi sering terjadi. Bantuan yang tidak sampai. Kita berusah menyalurkan, bahwa kita terus. Kita sudah bias buat helicopter, tetapi kan diharus. Adobsi, mereka dapat kehidupan yang layak, jangan dulu lah, kita bias bikin yayasan. Udah banyak jual beli anak, kasihan sekali pemerintah.Saya tidak setuju menyalahkan pemerintah, mereka sudah berusaha melakukan, kita terlalu banyak tuntutan. Padahal rakat sendiri yang milih, gak usah saling menuding. SBY sekarang ada peningkatan, jangan hanya membuat down. Aduh rakyatnya gak percaya.

Najlah : Permasalahan Aceh dan korban bukan hanya dirasakan oleh anak dan wanita. Dalam isu gender tidak perduli anak dan perempuan, pemberdayaan kemanusiaan itu harus dilakukan secepatnya karena kita bertarus dengan penderitaan kemanusiaan. Yang terpenting ialah merehabilitasi manusia secara fisik dan mental. Pembangunan pada jiwa agama dan psikis secara sehat. Pembangunan sara akses jalan, rumah sakit akan memberikan cahaya kepa serambi aceh. Kita sayang sama pemerintah kita, makanya kita mengkritik. Maka kalau kita mengkritik, dalam rangka cinta kepada pemerintah, buakan memusuhi. Kalau kita mau berbicara terbuka dari sisi kelemahan kita, maka akan mendapatkan cara mengatasi kelemahan itu bersama. Semoga di lorong yang gelap ada sinar kembali. Aceh itu adalah persoalan bersama.

No comments: