Friday, February 07, 2003

Ambivalensi Gerakan PKK

Menanggapi tulisan yang dimuat Surya, sabtu, 21 Desember 2002, tentang model kerja PKK untuk mengidentifikasi kekerasan di daerah masing-masing perlu direnungkan kembali praksisnya. Perjalanan gerakan organisasi ini, yang mayoritas kaum ibu-ibu dengan menggantungkan pekerjaan suami secara struktural, merupakan bias dari pemberdayaan perempuan itu sendiri. Kenapa? Karena, selama orde baru kaum perempuan terkooptasi dalam jaringan organisasi yang sangat sempit. Peran politik, sosial dan ekonomi perempuan sangat minim.

Data statistik keterlibatan perempuan pada tahun 1997, dari 100 juta perempuan di Indonesia, dalam bidang politik hanyalah 2%, sedangkan laki-laki 98%. Usulan agar perempuan sepertiga dari jumlah anggota laki-laki sebagai penentu kebijakan, ditolak oleh anggota DPR pada tahun 2002. Munculnya PKK menjadi perhatian serius untuk ditinjau kembali. Apakah eksistensinya sebagai pelengkap dari ruang kerja wilayah para suami saja?

Bukan rahasia lagi, organisasi PKK mengikuti alur jabatan yang dimiliki para suami. Jika suaminya menjadi pejabat publik, para istripun otomatis terlibat penuh dalam acara PKK. Kesan ini nampaknya belum terhapus begitu saja di masyarakat, karena, pada realitas, secara organisatoris, PKK sulit tersentuh oleh perempuan yang tidak mempunyai akses jabatan publik. Kesan elitis itu nampak jelas dengan segala fasilitas yang PKK peroleh dari pemerintah. Sumber dana kegiatan dan personel pengurus senantiasa berkaitan dengan institusi pemerintah.

Merubah imej PKK menjadi gerakan masyarakat untuk memberdayakan masih jauh dari harapan. Kesan yang dibangun oleh PKK selama orde baru menyisakan beban historis yang berat bagi PKK. Keterpasungan perempuan selama orde baru dibungkus oleh aktivitas PKK dengan segala kemudahan yang PKK peroleh dari kekuasaan.

PKK dalam perjalanannya banyak membuat sibuk masyarakat bawah. Contoh; jika ibu-ibu PKK mengadakan turba, kunjungan ke desa untuk merealisasikan programnya, atau meninjau para pekerja di pabrik, di sawah secara langsung, maka kunjungan itu merepotkan aparat pedesaan dan masyarakat. Masyarakat tersita waktunya untuk menghadiri acara seremonial penyambutan pengurus PKK daerah, melayani kebutuhan ibu-ibu tersebut selama kunjungan. Dan, seringkali pengurus PKK menerima pemberian hasil bumi atau hasil produksi dari masyarakat miskin di pedesaan. Ironis. PKK yang mempunyai visi pemberdayaan malah “merepotkan” masyarakat. Budaya feodalistik yang berkembang dimasyarakat memperkuat imej bahwa masyarakat seakan-akan menjadi pelayan bagi institusi pemerintahan.

Gebyar reformasi menuntut gerakan PKK berubah untuk menjadi pelayan masyarakat tak sepenuhnya mampu terwujudkan. Tuntutan agar PKK dibubarkan saja jika menambah beban masyarakat, selayaknya menjadi cambuk bagi pengurus PKK untuk berbuat dalam bukti nyata. Hantaman krisis ekonomi dan politik menjadi tantangan bagi PKK untuk bertindak membebaskan kaum perempuan yang tertindas. Ancaman kekerasan yang dialami oleh tenaga kerja indonesia menjadi konsern PKK untuk membantu kaum perempuan keluar dari problematiknya. Persoalan kelaparan dan keamanan perempuan juga perlu digarap oleh PKK.

Kebanyakan problem kemanusiaan khususnya perempuan adalah persoalan ekonomi yang lemah. Masalah perempuan memilih bekerja sebagai wanita tuna susila dengan segala resiko yang harus perempuan tanggung, sebenarnya, bermuara pada persoalan lapar dan keamanan. Persoalan lapar ini mempunyai implikasi yang besar pada potret kehidupan perempuan. Perjuangan untuk memperoleh makan bagi keluarga yang miskin seringkali mengorbankan hak-hak kemanusiaannya. Derajat kemanusiaan untuk menjadi baik dan berperilaku secara moralistik terkadap perempuan terjang untuk memenuhi kebutuhan makan bagi keluarga.

Permasalahan kemiskinan yang melanda Indonesia pada umumnya dibagi menjadi dua: pertama, orang miskin yang sebenarnya, dan kedua, orang yang merasa miskin. Orang yang miskin sebenarnya inilah kebanyakan para perempuan yang miskin ilmu, juga harta benda. Proses kemiskinan strukturalis dalam bingkai kapitalisme inilah menjadi penting bagi organisasi perempuan seperti PKK untuk bersama-sama mengadakan pembebasan kepada ketertindasan.

Semangat perubahan gerakan PKK menjadi pembela kaum miskin akan mendongkrak kepercayaan publik. Sikap untuk berjuang melalui gerakan pemberdayaan perlu kerjasama semua pihak tanpa membedakan status jabatan, agama, ras, dan suku. Pendidikan untuk menanamkan persamaan hak dan kewajiban sebagai manusia untuk mengemban amanat perdamaian dimuka bumi secara santun menjadi tolak ukur peran yang bisa PKK mainkan dalam percaturan global. Bahwa PKK bisa menjadi gerakan untuk mendata, dan membantu korban kekerasan perempuan dalam rumah tangga dan masyarakat, memang penting. Tapi mencari akar persoalan mengapa terjadi kekerasan, dan mencegah terjadinya penindasan, jauh lebih penting untuk direalisasikan oleh PKK agar bisa menyelamatkan generasi berikutnya dari segala kekerasan pada perempuan.

Ada 5 metode agar PKK bisa mengerjakan tugas memberdayakan perempuan. Pertama, PKK konsern dalam membela kaum miskin yang kelaparan dengan cara membantu ekonomi kaum perempuan. Jika persoalan kelaparan dan keamanan ini teratasi maka dengan sendirinya persoalan kekerasan semakin kecil. Keamanan kaum perempuan akan tercapai jika perangkat undang-undang dibuat dan direalisasikan dengan adil dan benar.

Kedua, PKK selayaknya mau melepaskan diri dari fasilitas pemerintah yang berlebihan. Ketergantungan dana yang tinggi hanya akan menjadikan PKK semakin dijauhi dari masyarakat. Kemandirian PKK dalam kegiatan menjadi organisasi yang lebih bermartabat.

Ketiga, pengurus yang profesional menuntut PKK untuk membuka diri dari segala intervensi jabatan suami. Seleksi pengurus PKK perlu memperhatikan sumber daya manusia yang tangguh dan pandai memenej organisasi. Jika tidak, PKK hanyalah kumpulan para istri pejabat yang perannya tidak jelas.

Keempat, PKK perlu menjalin kerjasama yang baik dengan semua organisasi yang bergerak dalam bidang kemanusiaan. Penguatan organisasi perempuan perlu diciptakan sendiri dengan membentuk jaringan kerja bersama.

Kelima, program kerja PKK berorientaasi pada praksis. Artinya PKK bergerak pada aksi-aksi nyata memberdayakan dan memihak kaum perempuan. Potret suram perempuan pada tragedi Nunukan yang menelantarkan ribuan pekerja kaum perempuan tidak cukup dengan wacana, tapi melindungi dengan perangkat undang-undang yang melindungi hak imigran dengan adil tanpa memungut bayaran.

Perubahan hidup perempuan dicapai dengan bersama-sama dalam jumlah yang banyak. Proses perubahan penting lainnya adalah memajukan kaum tertindas yang mengalami kemiskinan secara struktural. Kemajuan peran perempuan bukan dinilai dari presiden perempuan saja, melainkan dari peran masyarakat khususnya perempuan dalam kesejahteraan kehidupan yang berkemanusiaan. PKK mempunyai peran strategis guna mendampingi kaum perempuan agar keluar dari belenggu penderitaan. Apalah artinya presiden perempuan, jika berjuta-juta perempuan yang lain menderita kelaparan dan terancam keamanannya. Bukankah begitu?

2 comments:

Anonymous said...

waduh menarik sekali, tentang PKK Ya, maju terus perempuan indonesia. wah q salut benar dengan tulisan mbak boleh ngak aku minta tuklisan ini untuk media PROPA ubtuk edisi kelima milik saya, media saya adalah media independent yang tidak diperjual belikan dan saya distribusikan secara sederhana, tapi kayaknya dari tulisan ini saya tertarik untuk memasukkan tulisan mbak,setidaknya untuk pendidikan masyarakat dan karena saya anggap penting bagi scene komunitas punk kami, itusih kalau mbak perbolehkan. gimana mbak mohon support dan dukungannya?

Ibnu Umar
Jln. kalijudan X No.41 SURABAYA
Kaum_mati@yahoo.com

yanmaneee said...

nike lebron 16
jordan shoes
supreme new york
supreme clothing
curry 5 shoes
supreme clothing
bape hoodie
off white hoodie
golden gooses
michael kors outlet