Saturday, February 17, 2007

Untung Rugi Mengimpor Beras

Tingginya harga beras di pasar membuat orang susah makan. Harga beras tidak terkendali mencapai kisaran 3.750 sampai 7000 rupiah sekilo. Tingginya harga beras membuat kaum miskin menderita. Tingginya harga beras menggoncang kehidupan orang miskin. Mengapa harga beras tinggi? apa solusi yang diambil pemerintah dengan mengimpor beras dapat menolong masyarakat miskin?




***


Untung Rugi Mengimpor Beras
Oleh : Najlah Naqiyah



Tingginya harga beras di pasar membuat orang susah makan. Harga beras tidak terkendali mencapai kisaran 3.750 sampai 7000 rupiah sekilo. Tingginya harga beras membuat kaum miskin menderita. Tingginya harga beras menggoncang kehidupan orang miskin. Mengapa harga beras tinggi? apa solusi yang diambil pemerintah dengan mengimpor beras dapat menolong masyarakat miskin?

Impor beras adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 500.000 ton sampai 1 juta ton beras diimpor dari luar negeri. Beras tersebut di gelontor ke masyarakat melalui operasi pasar. Harga beras saat operasi pasar dipercayakan pada bulog. Harga yang dipatok oleh bulog 3.700. Operasi pasar tidak menjamin masyarakat terbebas dari kekurangan beras. Ada praktek manipulasi dalam penyelenggaraan operasi pasar yang di gelar. Beras tidak dibeli oleh masyarakat miskin, justru di beli oleh pengusaha dan pemilik kios-kios. Kemudian karung bulog, diganti nama dan dijual di pasar-pasar dengan harga tinggi. Praktek manipulatif yang terjadi semakin membuat masyarakat panik.

Sebagai masyarakat agraris, rasanya lucu apabila pemerintah menyandarkan pangan pada impor luar negeri. Masyarakat agraris yang memiliki jutaan hektar sawah nan luas, tidak mampu memenuhi kebutuhan warga. Apa yang salah dalam megelola kehidupan petani ? Ada something wrong (sesuatu yang salah) dalam pengelolaan pertanian kita, sehingga tidak mampu swasembada pangan sendiri. Kesalahan itu dikarenakan ketidakmampuan kita untuk memfokuskan diri ke sektor pertanian. Pemerintah tidak punya kejelasan arah guna memajukan sistem pertanian. Akibatnya, petani tidak mampu mencapai kinerja yang maksimal mengelola tanah-tanah mereka.

Persoalan beras, adalah persoalan pokok orang Indonesia. Beras untuk makan sehari-hari. Jika beras susah didapatkan dan berharga tinggi, hidup makin sengsara. Setiap orang membutuhkan beras. Jika kebutuhan makanan pokok tidak di jamin oleh pemerintah, maka masyarakat miskin terus terpuruk. Kehidupan mereka susah. Ironisnya, pemerintah mengambil kebijakan impor beras kembali, maka kerugian menimpa nasib petani. Dengan impor, hasil pertanian dalam negeri tidak terbeli. Harga-harga beras tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Dan pasar mempermainkan harga dengan mencekik para masyarakat miskin.

Siapa yang paling menderita akibat tingginya harga beras ? Orang miskinlah paling merasakan penderitaan. Mereka harus antri membeli beras dengan harga mahal. Terkadang, jika tidak memiliki uang, harus berhutang. Bahkan mereka harus rela kelaparan, sehari makan dan sehari menahan lapar. Jika mereka tidak punya uang, tidak mampu membeli beras untuk makan. Hidup mereka menjadi beban bagi orang lain. Mereka harus mengemis di pinggir-pinggir jalan. Menunggu belas kasihan dan terkadang menanti nasi bungkus dari lembaga sosial. Orang miskin makin tergantung. Kekerasan makin tinggi dikalangan masyarakat miskin. Kelaparan, kesakitan, kehilangan, kepanikan, ketakutan, kemarahan merupakan bentuk kekerasan yang disebabkan oleh mahalnya harga beras.

Kehidupan ekonomi miskin, makin meningkatkan angka kekerasan yang terjadi di masyarakat. Tingginya harga beras, makin membuat masyarakat miskin kalap, tidak sabar dengan kenyataan yang terjadi. Aksi kekerasan, terjadi saat orang miskin antri membeli beras. Aksi saling dorong, menyerobot dan memeras kerap kali terjadi. Contoh, seorang nenek kehilangan uang saat antri membeli beras, membuat sang nenek mengurungkan niat membeli beras. Nenek pulang ke rumah dengan sedih dan hampa. Beras tidak terbeli, dan uangnya hilang.


Mengakhiri Kritik dan Menyelesaikan Masalah

Tingginya harga beras di pasar, serta banyaknya musibah yang terjadi telah membuat rakyat kehilangan rasa percaya pada pemerintah. Tapi apakah boleh melakukan kritik secara terus menerus ke pemerintah ? tentu tidak, masyarakat yang mau maju, adalah masyarakat yang akan segera mengakhiri kritis dan segera mencari solusi menyelesaikan masalah. Mahalnya harga beras dan langkanya beras di pasar, kita perlu duduk bersama mencari jalan keluar yang terbaik bagi masyarakat.

Jika saja pemerintah, mau mendengarkan dan melihat tentang potensi negeri adalah pertanian, tentu bisa memfokuskan pembangunan yang memihak kepentingan petani. Sayangnya, pemerintah sudah terjebak dengan dunia kapitalisasi yang mempercayakan penyelesaikan pada impor beras luar negeri. Akibatnya, masyarkat menjadi korban. Cara-cara instan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai kebijakan untuk menahan laju tingginya harga beras, justru akan menimbulkan persoalan baru di masa mendatang. Persoalan yang terus menganga yang dihadapi petani tidak memiliki kekuatan dan terus menerus bergantung pada kekuasaan. Sementara kekuasaan bersikap acuh tak acuh pada kepentingan petani. Akibatnya, bisa ditebak, petani sebagai penyangga ekonomi negeri sangat lemah dan tidak berdaya.

Jika saja pemerintah berkomitmen mengakhiri penderitaan kaum miskin, membuat kebijakan membangkitkan kaum miskin berkembang. Membuat program-program yang tidak saja memberikan ikan ke penduduk miskin, tapi juga kail untuk mencari ikan. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh petani, dan petani bisa menggunakan fasilitas itu dengan mudah dan murah. Misalnya, pemerintah menyediakan pelatihan menggunakan teknologi tinggi mengelola sawah petani, menyediakan pupuk murah, dan melindungi harga bagi hasil panen petani, serta memberikan modal usaha. Dengan demikian, petani bisa menggunakan akses kemajuan teknologi tinggi mengelola sawahnya dengan mudah, karena pemerintah mau berbuat dan mengurus petani. Alih-alih, petani dapat menggunakan teknologi tinggi dengan cara murah mengelola sawah, justru yang terjadi adalah kebijakan impor luar negeri yang menjerumuskan petani diantara permainan harga pasar.

Jika pemerintah menggunakan kaca mata ekonomi, hanya menghitung untung rugi, tentu akan mengorbankan para petani. Kebijakan impor adalah wacana untung rugi. Pemerintah cepat menyelesaikan masalah dengan mengisi gudang dengan pinjaman luar negeri. Bagi pemerintah, akan untung karena harga menjadi stabil sementara waktu dan rakyat tidak bergejolak. Tapi pada jangka panjang, petani-petani makin terpuruk, karena kalah bersaing dengan beras luar negeri. Petani tidak dilindungi karena uang negeri ini telah habis membayar beras luar negeri. Sebaliknya, pihak luar negeri makin menambah subsidi pada petani-petani mereka. Sedang petani dalam negeri dibiarkan kualitasnya menurun dan tidak mendapat bantuan dari negera.

Sementara, ketergantungan pada modal asing untuk membiayai impor beras terus terjadi. Sebagai negara penghutang ke luar negeri, tentu memiliki konsekwensi serius dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Dengan mudah pemerintah akan di dekte oleh orang asing untuk menjalankan agenda kepentingan mereka. Pada ujungnya, Indonesia menjadi tidak bertuan di negeri sendiri. Kepentingan asing akan makin menggurita dan menyakiti kehidupan orang-orang miskin. Ketergantungan pada uang makin tinggi, sementara perolehan mereka tidak mencukupi.

Mestinya, kebijakan mengimpor beras ke luar negeri, adalah kebijakan jangka pendek. Untuk jangka panjang, adalah bagaimana menggerakkan para petani mengelola sawahnya agar menjadi negara swasembada pangan. Fokus pembangunan mengupayakan perbaikan petani sebagai penyangga ekonomi bangsa. Maukah pejabat pemerintah menutup mata terhadap kemewahan yang ditawarkan oleh bantuan luar negeri ? Maukah pejabat pemerintah hanya membuka mata terhadap kepentingan petani ? Rasanya gamang, mempercayai pemerintah kita, yang oknum pejabatnya suka menerima suap dan fasilitas dari negara-negara kaya. Sebagian pejabat kita lebih suka kaya sendiri, dengan mengobankan kepentingan rakyat. Biarlah rakyat menanggung kemiskinan, asal diri mereka bergelimang harta kekayaan. Jika demikian, cara pandang penguasa negeri maka bersiaplah menjadi negeri yang dikutuk oleh Tuhan karena terlalu mendlalimi hamba hamba miskin.

Masihkah pemerintah terus menerus akan mengimpor beras dari luar negeri? Membiarkan petani sendiri, sama saja menambah kemiskinan di negeri ini. Jutaan sawah akan dibiarkan begitu saja oleh petani, karena mahalnya pupuk dan biaya menanam padi. Sedang harga terus dipermainkan oleh beras impor luar negeri.
Inikah akhir dari penyelesaian tingginya harga beras? Tidak mudah bukan?