Sunday, October 16, 2005

Dhuafa' Korban Kekerasan Negara

Kaum dhuafa’ (lemah) terlahir dari kekerasan negara. Kaum dhuafa’ terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa’ ialah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa’ setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhuafa’ korban dari kenaikan harga BBM, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Kaum dhuafa’ cerminan ketidakmampuan negara dalam memelihara mereka. Para dhuafa’ secara sendirian harus berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa’ adalah orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh. Mereka bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak. Mereka ini kelompok masyarakat yang mudah terkena penyakit menural, seperti demam berdarah, malaria, dan kusta, dan segudang kesengsaraan. Lantas, apa yang harus dilakukan?

***


Dhuafa’ Korban Kekerasan Negara

Oleh: Najlah Naqiyah


Kaum dhuafa’ (lemah) merupakan korban kekerasan negara. Kaum dhuafa’ terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa’ ialah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa’ setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhuafa’ korban dari kenaikan harga BBM, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Mereka harus menanggung beban hutang negara dengan membeli mahalnya minyak tanah dan sembako. Kaum dhuafa’ cerminan ketidakmampuan negara dalam memelihara mereka. Para duafa’ sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa’ adalah orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh. Mereka bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak. Penderitaan dan penindasan yang dialaminya menyebabkan kaum dhuafa’ sangat rentan dengan penyakit menular dan ancaman bunuh diri. Contoh, mereka yang terkena penyakit menural seperti demam berdarah, malaria, kusta adalah mereka yang miskin dan dari lingkungan kumuh. Demikian juga orang-orang yang terinfeksi penyakit menular seksual HIV/AIDS banyak dari kalangan miskin dan tidak mengerti arti menjaga kesehatan tubuh.

Meningkatnya kaum dhuafa’ seiring kenaikan BBM dan harga bahan pokok menunjukkan ironi. Negara kian buta melindungi masyarakatnya. Kaum dhuafa’ makin tidak terpelihara seiring naiknya harga kebutuhan makan. Kenaikan minyak tanah menjerat hidup mereka yang miskin. Kini jumlah warga miskin telah mencapai 64 juta lebih. Mereka harus hidup dari sisa-sisa orang lain dalam segala kebutuhannya. Makan sisa orang lain, seperti nasib para pembantu rumah tangga. Memakai baju pemberian orang kaya yang menjadi majikannya. Mereka sangat hidup penuh kesulitan dari hari ke hari. Mereka menjadi korban kekerasan negara. Meraka seharusnya menjadi tanggungan dan dirawat oleh negara. Namun justru yang terjadi, rakyat semakin dibuat tidak berdaya dan tersiksa. Kenaikan BBM menyesakkan hidup masyarakat miskin. Akses transportasi menjadi sulit dan mahal. Masyarakat miskin semakin hidup terpuruk didera laju kapitalisme global yang menghegemonik. Apapun alasan pemerintah yang semakin berat, seharusnya tidak memperparah hidup kaum duafa’.

Pada momentum Ramadlan, selayaknya kita merasakan suka dan duka bersama kaum dhuafa’. Agama memberikan isyarat sangat jelas untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada kaum dhuafa’. Zakat adalah perintah untuk mensucikan diri yang dibagikan kepada orang-orang yang lemah. Mereka merupakan orang-orang yang tertindas yang memerlukan pertolongan manusia yang lainnya. Membiarkan mereka dalam penderitaan, berarti menyia-nyiakan agama. Kehadiran agama Islam adalah untuk memberikan keselamatan kepada seluruh alam, terutama bagi orang miskin yang membutuhkan uluran tangan-tangan manusia yang lain. Mereka seharusnya dikasihani dan dilindungi hak-haknya. Kaum dhuafa’ merupakan bentuk ketidak-adilan sistem yang patriarkhal. Sistem dominasi melanggar hak-hak hidup orang lain. Misalnya, hak memperoleh makan dan minum serta pekerjaan layak. Para kaum dhuafa’ tidak memperoleh hak tersebut karena uang untuk mereka dikorup, dirampas oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Orang miskin semenjak dulu kala kehidupannya dililit oleh kemiskinan. Miskin segala hal. Miskin pengetahuan dan kesempatan melakukan perubahan. Miskin pendidikan yang mampu merubah keadaan hidupnya. Akibatnya, hidup mereka secara turun temurun berada dalam lingkaran kemiskinan. Sementara itu orang-oramg yang memiliki kekuasaan, sebagian menjadi sangat serakah dan tidak memberikan kesempatan yang sama. Akar persolan dari lingkaran setan sistem patriarkhal. Sistem doominasi yang tidak adil. Lalu bagaimana melihat dari prespektif kemanusiaan?

Kaum dhuafa’ disebut oleh Nabi Muhammad sebagai orang-orang yang sangat dekat dengan Nabi kelak di akhirat. Hidup mereka lebih berharga dan tehormat dari pada mereka yang makan uang rakyat. Doa orang-orang mustadh'afin (orang yang terlemahkan) akan cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Bahkan Nabi Muhammmad bersabda, bahwa kelak Nabi akan bersama kaum dhuafa’ di akhirat. Maka sudah selayaknya, sebagai ummat Muhammad SAW untuk membela kepentingan para dhuafa’, berjuang memperoleh hak hidup yang layak. Hak hidup yang adil dalam memperoleh makan dan minum serta lapangan pekerjaan. Hampir semua agama mengajarkan kemanusiaan untuk memperhatikan kaum ini. Misalnya, Yesus dalam Kristen hadir untuk membela golongan tertindas. Demikian juga Nabi Muhammad sebagai bapak anak-anak yatim. Nabi sangat menolong kaum fakir miskin. Nabi menyebutkan, bahwa antara dirinya dengan anak-anak yatim seperti jari telunjuk dengan jari tengah. Keduanya sangat dekat. Bagaimana jika kaum duafa’ tidak diperhatikan, dan malah dizalimi? Sesungguhnya do’a kaum dhuafa’ sangat mustajab (dikabulkan oleh Allah SWT). Apabila kaum dhuafa’ dibiarkan menderita, maka bangsa ini akan mendapatkan generasi-generasi lemah dan tidak berdaya. Apabila generasi itu lemah, tentu bangsa ini akan rapuh dan gagal. Bangsa lemah, akan mudah musuh-musuh menyerang dan merongrong bangsa. Rongrongan tersebut beragam cara, misalnya nampak nyata penjajahan ekonomi dengan permainan harga BBM. Negara tidak mampu mengontrol lagi harga standar sesuai dengan kemampuan daya jangkauan masyarakatnya, harga-harga dipermainkan kepentingan global. Akibatnya rakyat makin sulit memperoleh hak-hak hidup yang layak.

Lalu bagaimana agar bangsa ini menjadi kuat? Pertama, ialah memberdayakan kaum dhuafa’. Semakin kaum dhuafa’ dipelihara dan dilindungi, mereka bangkit dengan sendirinya mengubah hidupnya. Sebaliknya, membiarkan dan mendiamkan kaum dhuafa’ di jalanan dan terlantar memunculkan ragam kekerasan. Misalnya, orang-orang miskin yang lari dari kehidupan normal kepada kehidupan tidak normal, seperti pencandu narkoba, minuman-minuman keras, dan pecandu seksual yang tidak halal. Realitas ini menimbulkan banyak penyakit sosial seperti kejahatan, kriminal dan bunuh diri. Misalnya, setiap hari rata-rata lima orang yang ditembak karena melakukan pencurian, apabila dibiarkan maka tindak pencurian akan meningkat seiring kemiskinan yang nyata. Apabila orang-orang tersebut dibina, dirawat dan diberikan mata pencaharian dan semangat hidupnya bangkit, maka perlahan mereka akan menjalani hidup normal kembali. Hadis Nabi menyebutkan, bahwa sesungguhnya kefakiran mempercepat pada kekufuran. Bagaimana caranya agar kaum duafa’ mampu bangkit? Kedua, yaitu dengan menjalin kerjasama lintas agama, etnik dan budaya. Secara faktual, bangsa Indonesia terdiri dari beragam agama yang mampu bekerjasama dengan baik. Menafikan kekuatan agama lain, mengakibatkan kerjasama berkurang dan tidak efektif. Bagaimana kerjasama itu bisa dilakukan? Caranya dengan saling menghargai dari berbagai agama, dan kelompok profesional dalam melakukan pemberdayaan kepada para duafa’. penghargaan itu terwujud apabila adanya kerukunan antar ummat beragama. Kerukunan antar ummat beragama relevan untuk mengusung isue kepedulian kepada kaum dhuafa’.

Ketiga, membangkitkan semangat kerja keras bagi generasi muda dan anak-anak. Kehidupan adalah milik masa depan. Masa depan tersebut sangat bergantung dari keadaan generasi mudanya. Generasi muda dibentuk oleh masa anak-anak. Apabila anak-anak sudah kuat karakter hidupnya untuk bersemangat dan kerja keras, tentu mereka akan gigih melawan kemiskinan. Sebaliknya, meninggalkan generasi dan anak-anak yang lemah, bencana bagi bangsa ini dimasa mendatang. Semenjak kecil, anak-anak dilatih untuk menghadapi kesulitan demi kesulitan agar tangguh. Mengapa sejak kecil harus dilatih? karena kecakapan seseorang yang paling berpengaruh didasarkan pada penguasaan pengalaman mereka. Jika semenjak kecil, anak-anak dibiasakan untuk berlatih kerja keras dan mandiri serta bertanggung jawab, maka akan menjadi orang yang kuat menghadapi permasalahan hidupnya. Apabila anak dibiasakan menadahkan tangan dan meminta-meminta, maka akan tertanam di benaknya untuk hidup dari pemberian dan belas kasihan orang lain. Pengalaman mereka itulah yang akan banyak menuntun mereka membaca kehidupannya kelak dimasa mendatang. Ironinya, banyak kalangan dhuafa’ yang menjadikan anak-anak mereka sebagai pengais rezeki, seperti penjualan anak-anak dan kerja-kerja jalanan saat masih dibawah umur. Menerjunkan anak pada kerja-kerja eksploitatif, menyebabkan kemiskinan sistemis menghegemonik mereka. Untuk itulah, kesadaran mendidikan anak menjadi rajin belajar, kerja keras merupakan bentuk keluar dari mata rantai kemiskinan.

6 comments:

mala said...

Assalamualaikum...
Salam ukhuwah
Berbagi kepada dhufa di berbagai pelosok negeri dengan Aqiqah

yanti said...

Assalammu'alaykum warrahmatullaahi wabarakaatuh..

Ukhti.. saya lama sekali tak bersilhaturahmi.. apa kabarmu sekarang?

Sahabat, kembali kedatanganku kali ini ingin meminta ijinmu nge-link tulisan ini ke dalam tulisanku di http://cahayamuslimah.com/blog/with-love

Jazakillah kh kn..

Oya tulisan-tulisan disini makin berisi ya... subhanallah.. semoga Allah akan terus membawamu kedalam "cahayaNYA". Amin

RussiaGASM said...

Assalamu'alaikum ya ukhti ^^

Afwan baru bisa berkomentar sekarang. Saya baru menjelajah. ^^
Syukron telah menuliskan tentang kaum dhuafa ini. Saya terharu membacanya.

Afwan apabila ada perkataan saya yang salah ^^

Anonymous said...

Afwan ane mau tanya, bagaimana sih kadar/batasan orang yang bisa dianggap dlu'afa'?, coz banyak juga sih orang yang ngaku dlua'afa' padahal dia bukan.

Anonymous said...

assalamu..
Kalau negara berdasarkan 'Syariat Islam' pasti judul tulisan ini menjadi 'kaum dhuafa menjadi tanggungjawab negara' bukan 'kaum dhuafa korban kekerasan negara'

yanmaneee said...

curry 5
ferragamo belt
kd 10
michael kors handbags
louboutin shoes uk
golden goose outlet
nike air max 2017
coach outlet online
michael kors handbags
jordan 13