Manfaat Memberi Sedekah dan Infaq untuk Perkembangan Jiwa

Memberi tanpa menyakiti merupakan perbuatan yang sulit dilakukan. Kebanyakan orang suka mengumpulkan harta, dan bersikap kikir terhadap harta yang telah diperolehnya, atau mereka memberi, kemudian disertai dengan ucapan yang menyakitkan hati atau menggugat budi baiknya. Apa usaha agar bisa memberi tanpa menyakiti? Berilah infak dan sodaqoh dengan mengiringi doa dan perkataan yang baik.

(Foto: santriwati Pondok Pesantren K.H. Aminuddin, Rangkang, Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur)

 

Ungkapan pepatah bijak menyebutkan tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah. Artinya, memberi lebih baik dari menerima. Untuk memberi perlu mandiri, membebaskan ketergantungan orang lain. Kerja, kerja, kerja. Dengan kerja maka bisa mandiri dan menolong keluarga, masyarakat dan mensyiarkan agama Allah SWT. Bagaimana agar punya keinginan melakukan amal dengan memberi harta benda untuk Allah SWT? Dalam surat Al-Baqoroh, 261 dijelaskan, perumpamaan orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT seumpama biji yang tumbuh dengan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus butir. Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi orang-orang yang dikehendakiNya. Dan Allah SWT maha luas karuniaNya dan maha mengetahui. Ayat diatas sepintas sulit diterima secara nalar, memberi harta benda untuk amal, tetapi malah diganti dengan keuntungan berlipat. Dari satu biji, menjadi 700 butir. Hanya sedikit orang-orang yang percaya dan mau melakukan. Lihatlah, petani yang menanam padi, dari satu butir padi yang ditabur di sawah, akan terlihat ratusan butir padi yang di panen. Dari satu biji mangga yang ditanam akan menjadi ratusan buah mangga di setiap pohon. Maha suci Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta agar manusia mau berpikir. Allah SWT mengajak manusia untuk berpikir, bahwa uang yang di peroleh dari kerja apabila diberikan untuk keperluan keluarga, sosial dengan tujuan syiar Islam, maka akan bertambah. Bertambah dalam arti keberkahan yang mengandung kebaikan diri, keluarga dan masyarakat.

Tapi hanya sedikit orang yang percaya dan mau melaksanakan. Kebanyakan, orang khawatir, jika harta bendanya diinfakkan maka akan berkurang. Mereka akan khawatir tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka, sehingga enggan untuk bersodaqoh dan berinfak. Rasa khawatir dan takut kekurangan yang akhirnya membuat orang menjadi enggan bersodaqoh. Cara pandang orang terhadap harta berbeda-beda. Di jaman kapitalisasi, orang memperebutkan uang dan menumpuk harta kekayaan. Semua di nilai dengan uang, sehingga orang bisa melakukan segala cara memperoleh uang untuk membanggakan diri.Harta benda menjadi tujuan, sehingga berapapun harta yang dimiliki tidak akan pernah merasa cukup.Bahkan seringkali harta membuat orang menjadi angkuh dan sombong serta lupa diri. Menjadikan uang sebagai tujuan, memunculkan sistem modal dengan menumpuk-numpuk uang, membungakan uang. Mengelola uang sebagai modal untuk melakukan monopoli dalam usaha. Akhirnya,orang yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin.

Penumpukan harta benda yang terus bertambah tanpa disertai dengan membantu usaha orang lain, menimbulkan segregasi sosial makin lebar. Salah satu sistem riba (bunga tinggi bagi orang yang memiliki hutang) telah menghancurkan sendi-sendi keberdayaan manusia. Bagaimana memiliki rasa untuk beramal di jalan Allah SWT? Dengan cara berpikir akan karunia yang Allah SWT anugrahkan kepada Manusia adalah milik Allah SWT. Misalnya Allah SWT yang menciptakan sumber energi, matahari, air, angin, minyak bumi untuk keperluan hidup manusia. Allah SWT yang menciptakan hujan untuk menumbuhkan tanaman di muka bumi. Allah SWT yang membuat pohon-pohon berbuah serta ternak untuk di makan manusia. Maka, kemudian manusia saling berebut hntuk mengumpulkan harta berupa makanan, binatang, dan menjadikan harta miliknya untuk saling membanggakan diri dan bersikap sangat sombong dan kikir. Maka, sungguh orang seperti itu adalah sangat melampaui batas.Orang yang melampaui batas akan membawa kerusakan bagi diri dan orang lain serta lingkungan. Telah banyak kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia yang melampaui batas.

Bagaimana memperlakukan harta benda yang dimiliki? Dalam harta benda ada hak orang lain yang membutuhkan. Hadis dari Abu Hurairah, rosulullah berkata tidak boleh iri, kecuali bagi dua perkara, orang laki-laki yang diberikan oleh Allah SWT Al-Qur'an yang membaca pada tengah malam dan siang, dan berkata, seandainya aku diberi sepertinya, maka aku akan melakukan seperti yang dilakukannya. Dan orang laki-laki yang diberikan harta oleh Allah SWT, maka dia menginfakkannya sesuai hak harta. Maka ia berkata, seandainya saya diberi sepertinya maka saya akan mengamalkan seperti yang dilakukan. Hadis no 802 di kitab jawahirul bukhori. Hadis Nabi diatas mengandung pelajaran bahwa harta benda yang diperoleh oleh manusia dari Allah SWT, dan dalam harta itu ada hak. Apabila memberikan hak harta untuk keluarga yang membutuhkan, orang miskin, anak yatim, orang yang dalam perjalanan dan mengalami kekurangan, maka orang tersebut akan memperoleh kebaikan yang banyak dari harta yang dimiliki.

 Apabila kita berbuat baik, sesungguhnya untuk kebaikan diri sendiri. Misalnya, apabila menolong orang miskin dengan memberikan harta yang dimiliki, maka orang miskin tersebut akan menolong si kaya dengan memberi jasa. Jika orang miskin tersebut tidak memberi pertolongan, maka Allah SWT akan memberi balasan yang lebih baik, berupa kesehatan, kebahagiaan, keberkahan, dan semakin banyak rizki yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang dikehendakiNya. Banyak contoh orang kaya yang beramal, kekayaannya makin bertambah dan bertambah.Para pemimpin yang dipilih oleh masyarakat, kebanyakan dari mereka suka beramal dan memberikan sebagian hartanya untuk orang yang membutuhkan. Sebaliknya, orang yang sibuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak perduli dengan orang lain, maka akan sulit mendapatkan tempat dalam masyarakat.

 Beramal infak dan sodaqoh tidak perlu menunggu kaya, karena kekayaan itu tiada batasnya. Orang hanya perlu kemauan dan melakukan amal secara sukarela ikhlas, dan diiringi dengan ucapan yang baik. Menghadirkan rasa mau melakukan amal itulah yang perlu mengasah hati nurani. Mari, terus menerus meminta pertolongan dan petunjuk dari Allah SWT. Allah SWT yang membolak balikkan hati manusia setiap saat yang selalu berubah. Maka doa dan ingat pada Allah SWT secara terus menerus akan menuntun langkah beramal secara sukarela. Dalam mendorong individu melakukan amal dan membelanjakan harta benda di jalan Allah SWT butuh rasa untuk menikmati kepuasan saat memberi. Kepuasan mampu menolong orang lain, kepuasan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga hidupnya bersyukur dan akan memperoleh nikmat yang bertambah dengan merasakan bahagia yang hakiki. Memberi tanpa menyakiti si penerima akan menjadikan amal di terima oleh Allah SWT. Sebaliknya, memberi sodaqoh dengan diiringi kata-kata yang menyakitkan atau menggugat budinya akan menyakiti penerima. Seperti halnya orang yang tidak percaya kepada Allah SWT dan hari kemudian. Seperti batu besar yang diatasnya banyak pasir, lalu ditimpa hujan lebat, sehingga batu menjadi licin. Mereka tidak memperoleh apa-apa dari amalnya itu. Al-Baqoroh, 264.
Wallahu a'lam bisshawab