Friday, October 21, 2005

Mengajak al-Qur’an Berbicara Menyelesaikan Masalah

Hari ini tanggal 17 Ramadlan, bulan diturunkannya al-Qur’an. Pada tradisi Nabi Muhammad, senantiasa membaca ulang keseluruhan al-qur’an pada buan Ramadlan. Bulan turunnya al-quran, musti terus dilakukan refleksi. Apakah sudah manusia memanfaatkan kalam Tuhan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya? Seperti Nabi Muhammad yang menggunakan al-qur’an dalam menghadapi persoalan ummat manusia. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh umat Islam saat ini, bagaimana Alquran dapat berbicara dan bertindak tentang berbagai persoalan hari ini?

***



Mengajak al-Qur’an Berbicara Menyelesaikan Masalah

Oleh: Najlah Naqiyah


Hari ini tanggal 17 Ramadlan, bulan diturunkannya al-Qur’an. Pada tradisi Nabi Muhammad, senantiasa membaca ulang keseluruhan al-qur’an pada buan Ramadlan. Bulan turunnya al-quran, mustiti terus dilakukan refleksi. Apakah sudah manusia memanfaatkan kalam Tuhan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya? Seperti Nabi Muhammad yang menggunakan al-qur’an dalam menghadapi persoalan ummat manusia. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh umat Islam saat ini, bagaimana Alquran dapat berbicara dan bertindak tentang berbagai persoalan hari ini? Seperti, pemberantasan korupsi, kemiskinan, penggusuran, advokasi TKI-Buruh, perang, dan bencana alam dan lain sebagainya. Walaupun disadari, bahwa Alquran tidak mungkin berbicara sendiri tanpa perantara penafsiran para penafsirnya.

Makna turunnya Alquran

al-quran tidak diragukan lagi sebagai petunjuk bagi manusia. Al-Quran merupakan satu-satunya kitab yang dipercaya secara otentik berasal dari kalam ilahi. Maka perlu bagi hamba untuk mengkaji dan mengambil intisari dalam setiap firmanNYa. Karena disitulah, manusia bisa mengambil intisari dan hikmah dalam hidupnya. Bagaimana realitasnya, al-Qur’an seakan bisu dan diam. Al-Qur’an bisu dengan semua problematika umat Islam dan ummat manusia. Mengapa al-Quran tidak kunjung berbicara ? kalaupun al-Qur’an mampu bicara pada realitas kekinian, bagaimana wujudnya? Kerisauan inilah yang senantiasa menggelayut dalam setiap kali penulis merayakan nuzul al-qur’an. Bagaimana cara mengajak al-quran berbicara dalam realitas kekinian?

Untuk mengajak al-Qur’an berbicara dalam menyelesaikan kehidupan krisis ini, terdapat keterkaitan langsung antara apa yang tertulis dalam Kitab Suci dengan realitas kemanusiaan. Komposisi ini akan terus menemukan saluranya kalau teks suci dibiarkan berdialog dengan kenyataan yang mampu membebaskan manusia dari penderitaan.

Sejarah emansipasi, pembebasan dan penyelamatan kemanusiaan atau humanitas merupakan inti dari tujuan-tujuan agama hadir dalam kehidupan setiap individu. Proposisi ini bisa dijadikan alas untuk melakukan penafsiran Alquran yang berpihak kepada keadilan, kebebasan, kemerdekaan dan dinamisme sejarah.

Memperhatikan hal yang tidak diperhatikan: Perhatikan maqosid-syariah

Manusia perlu memperhatikan firman TuhanNya, baik secara tekstual maupun kontekstual. Bagi orang-orang yang beriman pada al-Qur’an, telah diisyaratkan agar manusia menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Bagaimana caranya? Penting untuk memperhatikan maksud diturunkannya al-Qur’an untuk keselamatan manusia. Caranya menyertakan al-Qur’an untuk berdialog dengan masalah kontekstual. Memperhatikan makna dan maksud al-Qur’an yang membawa pesan kemanusiaan, mengartikulasikan keadilan dan kebenaran. Sebuah cara pandang yang akan terus maju dalam sebuah peradaban manusia. Sebaliknya, mengabaikan rasa keadilan dan meniadakan rasa kemanusiaan akan menghancurkan posisi manusia sebagai pemimpin dimuka bumi. Hal ini parallel dengan batasan terpikirkan dan tidak terpikirkan yang ada dalam al-Qur’an dan alam semesta. Artinya, membaca ulang ayat-ayat al-Qur’an secara kauniyah akan lebih menajamkan analisa dalam memecahkan persoalan, baik kemiskinan, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa.

Dengan memperhatikan maksud turunnya al-Qur’an sebagai cara mencapai keadilan yang benar, layak bagi bangsa Indonesia bercermin dan terus bercermin. Ketika mafia peradilan saling suap dan melakukan korupsi, maka akan terjadilah kerapuhan didalam tatanan hukum itu sendiri. Padahal spirit al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia harus menegakkan hukum secara adil. Tegakkan keadilan walaupun itu pahit. Dan para nabi selalu mencontohkan kehidupan yang sederhana, bersih dan belas asih bagi sesama manusia. Lalu apakah yang menjadikan kita tidak mau melaksanakannya?

Selama ini, al-Qur’an hanya dijadikan sebagai mushaf yang disanjung dalam kata-kata, tetapi absent dalam pengamalannya. Maka turunnya al-Qur’an hanya nampak pada acara seremonial biasa dengan perayaan ceramah. Namun lebih dari itu, tidak mampu mengejewantahkan nilai-nilai al-Qur’an melalui aksi yang nyata. Aksi yang mengutamakan keadilan dan kemanusiaan bagi bangsa tercinta.