Tuesday, March 07, 2006

Kebebasan beragama sebuah niscaya

Konflik agama, nampaknya masih keruh. Kasus karikatur Nabi Muhammad yang dituding telah mencemarkan agama Islam, telah melahirkan bentuk kekerasan. Kekerasan berupa fisik, non fisik yang menyebabkan luka dan merusak tempat-tempat umum. Kekerasan tersebut muncul sebagai bentuk transferensi untuk mempertahankan diri. Bentuk transferensi yang kerapkali muncul ialah mengalihkan perasaan luka menjadi bentuk melukai dan merusak tempat-tempoat yang dianggap punya keterkaiatan dengan peristiwa yang menyebabkan luka. Misalnya, Karikatur Nabi yang dinilai telah melukai kaum Islam, menyebabkan sebagian orang-orang Islam ramai-ramai melakukan bentuk perlawanan atas luka mereka. Sebagian orang mengekspresikan rasa luka mereka dengan membakar gambar-gambar karikatur nabi, melempar gedung-gedung yang diketahui punya hubungan dengan media yang menerbitkan, bahkan melakukan bentuk penolakan produk negara yang menerbitkan gambar-gambar plesetan Nabi. Senada pula, aksi kekerasan juga dilakukan ke kelompok lain yang dinilai bersinggungan dengan eksistensi keyakinan orang banyak. Pada kasus perbedaan aliran yang dijumpai di masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lia Eden dan sebagainya. Melihat fenomena kekerasan yang seringkali muncul, ada lintasan pertanyaan, mengapa perbedaan melahirkan konflik yang mengarah pada tindak anarki? Mengapa pula konflik agama melahirkan kekerasan? Bagaimana mengelola konflik agama sebagai suatu keniscayaan?

***


Kebebasan beragama sebuah niscaya

Oleh: Najlah Naqiyah

Konflik agama, nampaknya masih keruh. Kasus karikatur Nabi Muhammad yang dituding telah mencemarkan agama Islam, telah melahirkan bentuk kekerasan. Kekerasan berupa fisik, non fisik yang menyebabkan luka dan merusak tempat-tempat umum. Kekerasan tersebut muncul sebagai bentuk transferensi untuk mempertahankan diri. Bentuk transferensi yang kerapkali muncul ialah mengalihkan perasaan luka menjadi bentuk melukai dan merusak tempat-tempoat yang dianggap punya keterkaiatan dengan peristiwa yang menyebabkan luka. Misalnya, Karikatur Nabi yang dinilai telah melukai kaum Islam, menyebabkan sebagian orang-orang Islam ramai-ramai melakukan bentuk perlawanan atas luka mereka. Sebagian orang mengekspresikan rasa luka mereka dengan membakar gambar-gambar karikatur nabi, melempar gedung-gedung yang diketahui punya hubungan dengan media yang menerbitkan, bahkan melakukan bentuk penolakan produk negara yang menerbitkan gambar-gambar plesetan Nabi. Senada pula, aksi kekerasan juga dilakukan ke kelompok lain yang dinilai bersinggungan dengan eksistensi keyakinan orang banyak. Pada kasus perbedaan aliran yang dijumpai di masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lia Eden dan sebagainya. Melihat fenomena kekerasan yang seringkali muncul, ada lintasan pertanyaan, mengapa perbedaan melahirkan konflik yang mengarah pada tindak anarki? Mengapa pula konflik agama melahirkan kekerasan? Bagaimana mengelola konflik agama sebagai suatu keniscayaan?

Konflik Yang Melahirkan Bentuk kekerasan

Problem agama adalah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Misalnya, munculnya alirtan-aliran baru yang berbeda dianggap sebagian orang sebagai aliran yang menyesatkan dan mengganggu kemapanan agama tertentu. Problem agama tersebut cenderung menimbulkan konflik. Dan setiap konflik memiliki potensi untuk memunculkan aksi kekerasan. Mengapa? Kerena ada kepercayaan yang tanam yang dihasilkan oleh lingkungan dan menimbulkan tindakan tertentu. Salah satu bentuk kepercayaan dalam agama, bahwa harus menjaga agama secara bersih dan memerangi segala bentuk yang mengingkari agama. Kepercayaan tersebut demikian kuat menghujam para pemeluk agama, dan didukung oleh lingkungan agamis sehingga melahirkan tindakan-tindakan. Akibatnya sikap fanatik, eksklusif serta tertutup menyikapi setiap perbedaan yang datang dari tafsir agama.

Tindak kekerasan muncul apabila salah satu pihak menganggap dirinya sebagai orang kuat yang bisa menggertak atau melakukan intimidasi yang menakut-nakuti pihak yang lebih lemah. Tokoh agama yang dianggap sebagai pemegang otoritas teks akan sangat kuat mempengaruhi ummat beragama untuk melakukan tindakan sesuai dengan anjurannya. Problemnya, ialah apabila tokoh agama memiliki pandangan sempit atas perbedaan aliran yang muncul, maka akan mendorong fatwa untuk mengklaim kelompok lain sebagai kelompok sesat, halal diperangi dan boleh dibunuh. Apabila fatwa tersebut direspon oleh ummatnya, menyebabkan ummat mempersepsi kepercayaannya bahwa segala yang berbeda mesti dibasmi dan hancurkan.maka akan muncul gesekan kekerasan yang menyebabkan penderitaan pada salah satu pihak. Ekses yang dilukai bisa mengalami kesakitan, penderitaan yang bertingkat-tingkat dan sampai pada pembunuhan. Kekerasan adalah segala bentuk intimidasi yang mengarah pada aksi teror, melukai, menyakiti pihak tertentu.

Tindakan intimidasi yang dilakukan oleh Barat kepada Islam, dengan menyebarkan kartun nabi Muhammad telah memicu kepercayaan sebagian ummat Islam untuk melawan dengan bentuk kekerasan. Apakah dibenarkan melawan dengan aksi merusak dan menolak produk-produk Barat? Apabila dicermati secara logika, tentu tindakan merusak tidak dibenarkan. Justru tindakan merusak akan merugikan diri sendiri. Lalu bagaimana menyikapi tindakan yang membawa pencemaran bagi keyakinan pemeluk agama?

Pertama, dengan mengembangkan dialog yang santun (wajadilhum bil lati hiya ahsan). Ajaran Islam sangat menekankan pada bentuk keselamatan berbagai pihak. Cara-cara damai mengatasi berbagai tindak kekerasan perlu dikembangkan. Mengatasi karikatur Nabi Muhammad tentu, juga perlu dilakukan bentuk penolakan secara bijak, dengan diskusi dan berdebat secara baik. Tingkat kedewasaan ummat Islam belum sepenuhnya nampak, apabila masih banyak yang melakukan tindakan emosional dengan merusak tempat-tempat umum.

Kedua, Resolusi konflik. Resolusi konflik ialah bentuk pengelolaan konflik dengan cara menegosiasikan kepentingan masing-masing pihak. Salah satu bentuk resolusi konflik adalah usaha memediasi dua orang / kelompok yang sedang berkonflik. Resolusi konflik akan efektif, apabila kedua kelompok yang bertikai mempunyai kesediaan untuk berdialog, terbuka dan jujur untuk bersama menyelesaikan sengketa. Kebebasan masing-masing individu dibatasi oleh kebebsan individu lainnya. Maka disinilah membutuhkan adanya rasa tanggung jawab.

Ketiga, Mengembangkan sikap terbuka terhadap perbedaan tafsir. Tafsir merupakan penjelasan terhadap teks agama yang dikreasikan oleh ummat beragama. Sikap terbuka terhadap tafsir mendorong manusia untuk menerima perbedaan sebagai bentuk sunnatullah. Dengan menerima berbagai bentuk perbedaan yang lahir dari kreativitas berbagai tafsir, maka meniscayakan hidup dengan saling mempengaruhi secara santun pula. Disinilah, dakwah akan teruji dengan saling memesankan pada kebaikan dan keselamatan. Dakwah yang benar-benar rasional yang bisa di terima oleh masyarakat. Dakwah lintas agama menjadi sebuah niscaya sebagai jalan meretas perdamaian. Apa yang telah dilakukan oleh para tokoh agama di Indonesia, seperti K.H. Abdurrahman Wahid, dengan Magnis suseno untuk mengawal cara-cara elegan dalam memainkan peran dakwah masing-masing. Masyarakat bisa belajar dari berbagai agama untuk memfungsikan diri sebagai khalifah di muka bumi. Yaitu khalifah yang membawa misi untuk membawa perdamaian dan melindungi sesama ummat manusia. Kehadiran dialog lintas agama makin memperkaya khasanah kecintaan pada sesama manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang maha Kuasa.

Akhirnya, kebebasan beragama merupakan suatu pilihan terbuka bagi komunitas yang mengarah pada kemajuan demokrasi. Pilihan terbuka membutuhkan sikap penghargaan dan penghormatan pada setiap pemeluk agama melakukan kreasional dalam memahami dan menjalankan ibadahnya. Pemaksaan terhadap suatu keyakinan agama tertentu hanya akan menimbulkan tindakan kekerasan yang memasung kreativitas tafsir.